Jumat, 20 September 2019

makalah filsafat: sarana berpikir


BAB I
PENDAHULUAN

1.       Latar Belakang
Kegiatan berfikir kita lakukan dalam keseharian dan merupakan ciri utama dari kita sebagai manusia ciptaan tuhan yang dianugerahi akal pikiran yang membedakan manusia dengan makhluk lain ciptaan Tuhan. Berpikir merupakan upaya manusia dalam memecahkan masalah. Secara garis besar berfikir dapat dibedakan antara berfikir alamiah dan berfikir ilmiah. Berfikir alamiah adalah pola penalaran yang berdasarkan kehidupan sehari-hari dari pengaruh alam sekelilingnya. Berfikir ilmiah adalah pola penalaran berdasarkan sarana tertentu secara teratur dan cermat. Harus disadari bahwa tiap orang  mempunyai kebutuhan untuk berpikir serta menggunakan akalnya semaksimal mungkin. Seseorang yang tidak berpikir, berada sangat jauh dari kebenaran dan menjalani sebuah kehidupan   yang penuh kepalsuan dan kesesatan. Akibatnya ia tidak akan mengetahui tujuan penciptaan  alam, dan arti keberadaan dirinya di dunia.
Banyak yang beranggapan bahwa untuk “berpikir secara mendalam”, seseorang perlu memegang kepala dengan kedua telapak tangannya, dan menyendiri
di sebuah ruangan yang sunyi, jauh dari keramaian dan segala urusan yang ada. Sebenarnya, mereka telah menganggap “berpikir secara mendalam” sebagai sesuatu yang memberatkan dan menyusahkan. Mereka berkesimpulan bahwa pekerjaan ini hanyalah untuk kalangan “filosof”. Bagi seorang ilmuan penguasaan sarana berfikir ilmiah merupakan suatu keharusan, karena tanpa adanya penguasaan sarana ilmiah, maka tidak akan dapat melaksanakan kegiatan ilmiah dengan baik. Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat untuk membantu kegiatan ilmiah dengan berbagai langkah yang harus ditempuh. Berfikir ilmiah merupakan berfikir dengan langkah–langkah metode ilmiah seperti perumusan masalah, pengajuan hipotesis, pengkajian literatur, menjugi hipotesis, menarik kesimpulan. Kesemua langkah–langkah berfikir dengan metode ilmiah tersebut harus didukung dengan alat atau sarana yang baik sehingga diharapkan hasil dari berfikir ilmiah yang kita lakukan mendapatkan hasil yang baik. Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah untuk memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah secara baik, sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengehahuan yang memungkinkan untuk bisa memecahkan masalah sehari-hari. Ditinjau dari pola berfikirnya, maka maka ilmu merupakan gabungan antara pola berfikir deduktif dan berfikir induktif, untuk itu maka penalaran ilmiah menyadarkan diri kepada proses logika deduktif dan logika induktif.
Penalaran ilmiah mengharuskan kita menguasai metode penelitian ilmiah yang pada hakekatnya merupakan pengumpulan fakta untuk mendukung atau menolak hipotesis yang diajukan. Kemampuan berfikir ilmiah yang baik harus didukung oleh penguasaan sarana berfikir ini dengan baik pula. Salah satu langkah kearah penguasaan itu adalah mengetahui dengan benar peranan masing-masing sarana berfikir tersebut dalam keseluruhan berfikir ilmiah tersebut. Untuk dapat melakukan kegiatan ilmiah dengan baik, maka diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika, matematika dan statistik. Berdasarakan uraian tersebut maka dibuatlah makalah mengenai sarana berpikir ilmiah.
2.       Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini yaitu:
1.     Bagiamana seseorang dikatakan berpikir ilmiah ?
2.     Apa yang dimaksud dengan sarana berpikir ilmiah ?
3.     Sarana apa saja yang mendukung seseorang untuk berpikir ilmiah ?

      3. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu:
1)    Untuk mengetahui bagaimana seseorang dikatakan berikir ilmiah.
1)       Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan sarana berpikir ilmiah.
2)    Untuk mengetahui Sarana apa saja yang mendukung seseorang untuk berpikir ilmiah.




BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Sarana Berfikir Ilmiah
Berpikir juga dapat dikatakan suatu hal yang alamiah (fitrah atau natural) bagi setiap manusia yang sehat atau tidak gila dikarenakan adanya unsur-unsur ciptaan yang telah diciptakan oleh Allah SWT. Dalam proses berpikir sejatinya melibatkan unsur-unsur, yakni: (i) otak yang sehat; (ii) pancaindra; (iii) informasi atau pengetahuan sebelumnya; dan (iv) fakta. Dari empat unsur di atas dapat kita rangkai sebuah definisi sebagai berikut: “pemindahan pengindraan terhadap fakta melalui pancaindra ke dalam otak yang disertai dengan informasi terdahulu yang digunakan untuk menafsirkan fakta tersebut”.[1]
Menurut Plato, Aristoteles, berpikir adalah bicara dengan dirinya sendiri di dalam batin untuk mempertimbangkan, merenungkan, menganalisa, membuktikan sesuatu, menunjukkan alasan-alasan, menarik kesimpulan, meneliti suatu jalan pikiran, mencari berbagai hal yang berhubungan satu sama lain, mengapa atau untuk apa sesuatu terjadi, serta membahas suatu realitas.[2]
Ilmiah artinya keilmuan, bersifat ilmu, secara ilmu pengetahuan. Pemikiran keilmuan bukanlah suatu pemikiran yang biasa. Pemikiran keilmuan adalah pemikiran yang sungguh-sungguh. Artinya, suatu cara berpikir yang berdisiplin, di mana seseorang yang berpikir sungguh-sungguh takkan membiarkan ide dan konsep yang sedang dipikirkannya berkelana tanpa arah, namun kesemuanya itu akan diarahkannya pada suatu tujuan tertentu. Tujuan tertentu itu, dalam hal ini, adalah pengetahuan. Berpikir keilmuan atau berpikir sungguh-sungguh adalah cara berpikir yang didisiplinkan dan diarahkan kepada pengetahuan.[3]
Berfikir ilmiah adalah berfikir yang logis dan empiris. Logis adalah masuk akal, dan  empiris adalah dibahas secara mendalam berdasarkan fakta yang dapat dipertanggung jawabkan, selain itu  menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, memutuskan, dan mengembangkan. Berpikir merupakan sebuah proses yang membuahkan pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak pemikiran dalam mengikuti jalan pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan. Berpikir ilmiah adalah kegiatan akal yang menggabungkan induksi dan deduksi. Induksi adalah cara berpikir yang di dalamnya kesimpulan yang bersifat umum ditarik dari pernyataan-pernyataan atau kasus-kasus yang bersifat khusus, sedangkan, deduksi ialah cara berpikir yang di dalamnya kesimpulan yang bersifat khusus ditarik dari pernyataan-pernyataan yang bersifat umum.
2.2. Sarana Berfikir Ilmiah
Sarana berfikir ilmiah merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh tanpa penguasaan sarana berpikir ilmiah kita tidak akan dapat melaksanakan kegiatan berpikir ilmiah yang baik. Mempunyai metode tersendiri yang berbeda dengan metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuannya sebab fungsi sarana berpikir ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah.
Pengertian Sarana Berfikir Ilmiah menurut para ahli :
1.     Menurut Salam (1997:139): Berfikir ilmiah adalah proses atau aktivitas manusia untuk menemukan/mendapatkan ilmu. Berfikir ilmiah adalah proses berpikir untuk sampai pada suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan.
2.     Menurut Jujun S.Suriasumantri. Berpikir merupakan kegiatan akal untuk memperoleh pengetahuan yang benar. Berpikir ilmiah adalah kegiatan akal yang menggabungkan induksi dan deduksi.
3.     Menurut Kartono (1996, dalam Khodijah 2006:118). Berpikir ilmiah, yaitu berpikir dalam hubungan yang luas dengan pengertian yang lebih komplek disertai pembuktian-pembuktian.
Ilmu pengetahuan telah didefenisikan dengan beberapa cara dan defenisi untuk operasional. Berfikir secara ilmiah adalah upaya untuk menemukan kenyataan dan ide yang belum diketahui sebelumnya. Ilmu merupakan proses kegiatan mencari pengetahuan melalui pengamatan berdasarkan teori dan atau generalisasi. Ilmu berusaha memahami alam sebagaimana adanya dan selanjutnya hasil kegiatan keilmuan merupakan alat untuk meramalkan dan mengendalikan gejala alam. Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana berpikir ilmiah yaitu bahasa, matematika, dan statistika.. Matematika mempunyai peranan yang penting dalam berpikir deduktif. Statistika mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif. Salah satu langkah kearah penguasaan adalah mengetahui dengan benar peranan masing-masing sarana berpikir dalam keseluruhan proses berpikir ilmiah. Untuk itu terdapat syarat-syarat yang membedakan ilmu (science), dengan pengetahuan (knowledge), antara lain :
a)      Menurut Prof.Dr.Prajudi Atmosudiro, Adm. Dan Management Umum 1982. Ilmu harus memiliki obyek, terminologi, metodologinya, filosofi dan teorinya yang khas.
b)      Menurut Prof.DR.Hadari Nawawi, Metode Penelitian  Bidang Sosial 1985. Ilmu juga harus memiliki objek, metode, sistematika dan mesti bersifat universal.
 Sumber-sumber pengetahuan manusia dikelompokkan atas:
1.     Pengalaman.
2.     Otoritas .
3.     Cara berfikir deduktif.
4.     Cara berfikir induktif .
5.     Berfikir ilmiah (pendekatan ilmiah). 
Hal-hal yang perlu diperhatikan dari sarana berpikir ilmiah adalah :
1.     Sarana berfikir ilmiah bukanlah ilmu melainkan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode ilmu.
2.     Tujuan mempelajari metode ilmiah adalah untuk memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah secara baik. 
Sarana berfikir ilmiah pada dasarnya ada empat, yaitu : bahasa ilmiah, logika dan matematika, dan statistika. Bahasa ilmiah berfungsi sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan jalan fikiran seluruh proses berfikir ilmiah. Logika dan matematika mempunyai peranan penting dalam berfikir deduktif sehingga mudah diikuti dan mudah dilacak kembali kebenarannya. Sedang logika dan statistika mempunyai peranan penting dalam berfikir induktif dan mencari konsep-konsep yang berlaku umum.
Berpikir alamiah dan berpikir ilmiah memiliki perbedaan dalam 2 faktor mendasar, yaitu: pertama, sumber pengetahuan. Dalam hal ini berpikir ilmiah menyandarkan sumber pengetahuan pada rasio dan pengalaman manusia, sedangkan berpikir non ilmiah mendasarkan sumber pengetahuan pada perasaan manusia. Kedua, ukuran kebenaran. Dalam berpikir ilmiah mendasarkan ukuran kebenarannya pada logis dan analitisnya suatu pengetahuan, sedangkan berpikir non ilmiah mendasarkan kebenaran suatu pengetahuan pada keyakinan seseorang.
Adapun tujuan mempelajari sarana ilmiah yaitu untuk memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah secara baik, sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan untuk bisa memecahkan masalah sehari-hari. Ditinjau dari pola berpikirnya, maka ilmu merupakan gabungan antara pola berpikir deduktif dan berfikir induktif.
Dari penjelasan yang dikemukakan di atas dapat diketahui bahwa sarana ilmiah sangat penting untuk diketahui dan dikuasai oleh seorang ilmuan, karena tanpa sarana ilmiah, kegiatan berpikir ilmiah tidak dapat dilakukan dengan baik, karena sebenarnya sarana ilmiah itu adalah alat untuk membantu dilakukannya kegiatan ilmiah. Sarana ilmiah ada beberapa macam yaitu bahasa, logika, matematika dan statistika.
1.       Peran Bahasa Sebagai Sarana Berpikir Ilmiah
Bahasa ilmiah  berfungsi sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran seluruh proses berpikir ilmiah. Yang dimaksud bahasa disini ialah bahasa ilmiah yang merupakan sarana komunikasi  ilmiah yang ditujukan untuk menyampaikan informasi yang berupa pengetahuan dengan syarat bebas dari unsur emotif,  reproduktif,  obyektif, eksplisit.
Bahasa memegang peranan penting dan suatu hal yang lazim dalam hidup dan kehidupan manusia. Kelaziman tersebut membuat manusia jarang memperhatikan bahasa dan menganggapnya sebagai suatu hal yang biasa, seperti bernafas dan berjalan. Padahal bahasa mempunyai pengaruh-pengaruh yang luar biasa dan termasuk yang membedakan manusia dari ciptaan lainnya. hal ini senada dengan apa yang diutarakan oleh Ernest Cassirer, sebagaimana yang dikutip oleh Jujun, bahwa keunikan manusia bukan terletak pada kemampuannya berpikir melainkan terletak pada kemampuannya berbahasa.[4]
Bahasa pada hakikatnya mempunyai  dua fungsi utama yakni,
1.     Sebagai sarana komunikasi antar manusia.
2.     Sebagai sarana budaya yang mempersatukan kelompok manusia yang mempergunakan bahasa tersebut.
Bahasa adalah unsur yang berpadu dengan unsur-unsur lain di dalam jaringan kebudayaan. Pada waktu yang sama bahasa merupakan sarana pengungkapan nilai-nilai budaya, pikiran, dan nilai-nilai kehidupan kemasyarakatan. Oleh karena itu, kebijaksanaan nasional yang tegas di dalam bidang kebahasaan harus merupakan bagian yang  integral dari kebijaksanaan nasional yang tegas di dalam bidang kebudayaan.
Ada dua pengolongan bahasa yang umumnya dibedakan yaitu :
1.     Bahasa alamiah yaitu bahasa sehari-hari yang digunakan untuk menyatakan sesuatu, yang tumbuh atas pengaruh alam sekelilingnya. Bahasa alamiah dibagi menjadi dua  yaitu: bahasa isyarat dan bahasa biasa.
2.     Bahasa buatan adalah bahasa yang disusun sedemikian rupa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan akar pikiran untuk maksud tertentu. Bahasa buatan dibedakan menjadi dua bagian yaitu: bahasa istilah dan bahasa antifisial atau bahasa simbolik. Bahasa buatan inilah yang dikenal dengan bahasa ilmiah.
Bahasa keilmuan adalah suatu sarana yang digunakan dalam komunikasi keilmuan. Terdapat unsur-unsur yang terlibat dalam komunikasi keilmuan, seperti juga unsur-unsur dari kebanyakan bentuk komunikasi antara lain adalah: (i) lambang (termasuk kata-kata dan tanda-tanda); (ii) definisi; dan (iii) pernyataan dan logika. Bahasa keilmuan juga merupakan bahasa yang digunakan dalam penulisan-penulisan ilmiah atau ilmu pengetahuan.
      2.  Peran Matematika Sebagai Sarana Berpikir Ilmiah
Matematika memiliki struktur dengan keterkaitan yang kuat dan jelas satu dengan lainnya serta berpola pikir yang bersifat deduktif dan konsisten. Matematika merupakan alat yang dapat memperjelas dan menyederhanakan suatu keadaan atau situasi melalui abstraksi, idealisasi, atau generalisasi untuk suatu studi ataupun pemecahan masalah. Pentingnya matematika tidak lepas dari perannya dalam segala jenis dimensi kehidupan. Mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa matematika justru lebih praktis, sistematis, dan efisien. Begitu pentingnya matematika sehingga bahasa matematika merupakan bagian dari bahasa yang digunakan dalam masyarakat. Hal tersebut menunjukkan pentingnya peran dan fungsi matematika, terutama sebagai sarana untuk memecahkan masalah baik pada matematika maupun dalam bidang.
Matematika adalah alat utama dalam komunikasi pemikiran keilmuan. Beberapa sifat yang penting memungkinkan matematika memegang peranan yang sangat penting dalam proses kegiatan keilmuan. Sifat-sifat itu adalah sebagai berikut:
1.      Matematika berhubungan dengan pernyataan yang berupa dalil dan konsekuensinya di mana pengujian kebenaran serta matematis akan dapat diterima oleh tiap orang yang rasional.
2.      Matematika tidak tergantung kepada perubahan ruang dan waktu.
3.      Matematika bersifat eksak dalam semua yang dikerjakannya meskipun dia mempergunakan data yang tidak eksak (merupakan perkiraan).
4.      Matematika adalah logika deduktif, yang mengubah pengalaman indera menjadi bentuk-bentuk yang diskriminatif, kemudian bentuk ini diubah menjadi abstraksi, dan abstraksi kemudian diubah menjadi generalisasi.[5]
       3.  Peran Statistika sebagai sarana berpikir ilmiah
Dalam suatu research, seseorang penyelidik dapat menggunakan dua jenis analisa, yaitu analisa statistik (statistical analysis) dan analisa nonstatistik (nonstatistical analysis).
Istilah statistik pada pokoknya mempunyai dua macam pengertian, yang luas dan yang sempit. Dalam pengertian yang sempit kata statistik digunakan untuk menunjuk semua kenyataan yang berwujud angka-angka tentang suatu kejadian khusus. Dalam pengertian yang luas, yaitu pengertian teknik metodologik, statistik berarti cara-cara ilmiah yang dipersiapkan untuk mengumpulkan, menyusun, menyajikan, dan menganalisa data penyeledikan yang berwujud angka-angka.[6]
statistika merupakan  sekumpulan metode dalam memperoleh pengetahuan   untuk mengelolah dan menganalisis data dalam mengambil suatu kesimpulan kegiatan ilmiah. Untuk dapat mengambil suatu keputusan dalam kegiatan ilmiah diperlukan data-data, metode penelitian serta penganalisaan harus akurat. Statistika diterapkan secara luas dan hampir semua pengambilan keputusan dalam bidang manajemen.  Peranan statiska diterapkan dalam penelitian pasar, produksi, kebijaksanaan penanaman modal, kontrol kualitas, seleksi pegawai, kerangka percobaan industri, ramalan ekonomi, auditing, pemilihan resiko dalam pemberian kredit dan lain sebagainya.
Peranan Statistika dalam tahap-tahap metode keilmuan:
1.    Alat untuk menghitung besarnya anggota sampel yang akan diambil dari populas.
2.    Alat untuk menguji validitas dan reliabilitas instrumen..
3.    Teknik untuk menyajikan data-data, sehingga data lebih komunikatif.
4.    Alat untuk analisis data seperti menguji hipotesis penelitian yang diajukan.
Hubungan statiska antara Sarana berfikir Ilmiah Bahasa, Matematika dan Statistika, yaitu agar dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik, diperlukan sarana bahasa, matematika dan statistika. Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam kegiatan berpikir ilmiah, dimana bahasa menjadi alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Dan ditinjau dari pola berpikirnya, maka ilmu merupakan gabungan antara berpikir deduktif dan berpikir induktif. Matematika mempunyai peranan yang penting dalam berpikir deduktif, sedangkan statistika mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif. Penalaran induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan yang memiliki ruang lingkup yang khas dan terbatas untuk menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Sedangkan deduktif, merupakan cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus, dengan memakai pola berpikir silogismus.
Tujuan dari pengumpulan data statistik dapat dibagi ke dalam dua golongan besar, yang secara kasar dapat dirumuskan sebagai tujuan kegiatan praktis dan kegiatan keilmuan. Kedua tujuan ini sebenarnya tidak mempunyai perbedaan yang hakiki karena kegiatan keilmuan merupakan dasar bagi suatu kegiatan praktis. Dalam bidang statistika, perbedaan yang terpenting dari kedua kegiantan ini dibentuk oleh kenyataan bahwa dalam kegiatan praktis hakikat alternatif yang sedang dipertimbangkan telah diketahui, paling tidak secara prinsip, di mana konsekuensi dalam memilih salah satu dari alternatif tersebut dapat dievaluasi berdasarkan serangkaian perkembangan yang akan terjadi.[7]
Statistika sangat menolong untuk mengenal langkah-langkah yang lazim dipergunakan dalam kegiatan keilmuan yang dapat diperinci sebagai berikut:
  1. Observasi. Ilmuwan melakukan observasi mengenai apa yang terjadi, dia mengumpulkan dan mempelajari fakta yang berhubungan dengan masalah yang sedang diselidikinya. Statistika berguna dalam tahap ini karena dapat menyarankan mengenai apa yang harus diobservasi untuk menarik manfaat yang maksimal serta bagaimana caranya menafsirkan hasil observasi tersebut.
2.      Hipotesis. Untuk menerangkan fakta yang diobservasi, ilmuwan merumuskan dugaannya dalam sebuah hipotesis, atau teori yang menggambarkan sebuah pola, yang menurut anggapannya ditemukan dalam data tersebut. Dalam tahap ini, statistika menolong kita dalam mengklasifikasikan, mengikhtisarkan, dan menyajikan hasil observasi dalam bentuk yang dapat dipahami dan memudahkan kita dalam mengembangkan hipotesis.
  1. Ramalan. Dari hipotesis atau teori, dikembangkanlah deduksi. Deduksi ini, jika teori yang dikemukakan itu memenuhi syarat, akan merupakan suatu pengetahuan baru, yang belum diketahui sebelumnya secara empiris, tetapi dideduksikan dari teori.
  2. Pengujian Kebenaran. Ilmuwan mengumpulkan fakta untuk menguji kebenaran ramalan yang dikembangkan dari teori. Mulai dari tahap ini maka keseluruhan tahap-tahap sebelumnya berulang seperti sebuah siklus. Sebuah hipotesis dianggap telah teruji kebenarannya jika ramalan yang dihasilkannya didukung oleh fakta.
     Penalaran konsep statistika modern telah memberikan arti yang pasti kepada pengujian kebenaran sebuah hipotesis adalah telah sah teruji-mungkin lebih baik kita katakan telah sah dites-bila pengaruh unsur kebetulan dalam pembuktian telah ditafsirkan dengan benar. Prosedur statistika memperhitungkan secara objektif penafsiran yang tidak benar dalam nilai-nilai peluang atau dengan perkataan lain, memperhitungkan risiko dari suatu kesimpulan yang salah.[8]
Statistik mempunyai tiga macam ciri pokok:
1.      Ia bekerja dengan angka-angka. Angka-angka ini dalam statistik mempunyai dua arti, yaitu angka sebagai jumlah yang menunjukkan jumlah dan frekuensi; dan angka yang menunjukkan nilai atau harga. Dalam arti yang terakhir ini angka masih mewakili atau mensimbulkan sesuatu kualitas.
2.      Ia bersifat obyektif. Kerja statistik menutup pintu bagi masuknya unsur-unsur subyektif yang dapat menyulap keinginan menjadi kenyataan atau kebenaran. Statistik sebagai alat penilai kenyataan tidak dapat berbicara lain kecuali apa adanya. Adapun apa arti dan bagaimana menggunakan kenyataan-kenyataan statistik itu adalah persoalan-persoalan lain yang berada di luar kompetensi statistik.
3.      Ia bersifat universal dalam arti dapat digunakan hampir dalam semua bidang penyelidikan. Penyelidikan-penyelidikan dalam wilayah ilmu-ilmu eksakta, biologi, sosial, dan kebudayaan, semuanya dapat menggunakan statistik dengan keyakinan yang penuh.[9]
      4.  Logika Sebagai Sarana Berfikir Ilmiah

Logika berasal dari kata Yunani kuno (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (Latin: logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur.[10]
Logika didefinisikan sebagai: pengkajian untuk berpikir secara sahih. Logika dipakai untuk menarik kesimpulan suatu proses berpikir berdasar cara tertentu, yang mana proses berpikir di sini merupakan suatu penalaran untuk menghasilkan suatu pengetahuan.[11]
Logika berpikir adalah berpikir lurus atau dikatakan menalar yaitu proses berpikir di mana kita menggunakan rasionalisme kita dalam menghasilkan pikiran menalar tersebut. Seseorang yang mempunyai logika berpikir yang tinggi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1.                  Berpikir kritis
2.                  Rasionalisme tinggi
3.                  Dapat diterima oleh akal sehat
4.                  Justifikasi dan falsifikasi
5.                  Induksi dan deduksi.[12]
Logika dipilahkan dalam logika alamiah dan logika ilmiah. Logika alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepat dan lurus sebelum dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang subjektif. Sedangkan logika ilmiah memperhalus, mempertajam pikiran serta akal budi. Logika ilmiah menjadi ilmu khusus yang merumuskan asas-asas yang harus ditepati dalam setiap penalaran. Adapun kegunaan logika adalah:
1.      Membantu setiap orang yang mempelajari pola pikir secara rasional, kritis, lurus, tertib, metodis, dan koheren;
2.      Meningkatkan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif;
3.      Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri;
4.      Menyadarkan dan mendorong orang untuk berpikir sendiri dengan menggunakan asas-asas penalaran secara sistematis;
5.      Meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kesalahan-kesalahan berpikir, kekeliruan serta kesesatan; dan
6.      Mampu melakukan analisis terhadap suatu kejadian.[13]
7.       
BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini yaitu :
1.    Seseorang dikatakan berfikir ilmiah jika dia dapat berfikir secara logis dan empiris. Logis adalah masuk akal, dan  empiris adalah dibahas secara mendalam berdasarkan fakta yang dapat dipertanggung jawabkan, serta menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, memutuskan, dan mengembangkannya.
2.    Sarana berpikir ilmiah ialah alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus dapat melaksanakan kegiatan berpikir ilmiah yang baik.
3.    Sarana yang digunakan dalam brpikir ilmiah yaitu bahasa, matematika logika dan stasistika.
B.  Saran
Saran dari makalah ini yaitu agar penulis dapat menambah literature lain mengenai pengertian istilah-istilah penting yang terdapat dalam tulisan agar pembaca dapat mudah mengerti.

















DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2009.
Salam, Burhanuddin, Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jakarta: Rineka Cipta, 2002
Sumarna, Cecep, Filsafat Ilmu, Bandung: Mulia Press, 2008.
Suriasumantri, Jujun S, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1999.
Suriasumantri, Jujun S, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003.
Anik Pamilu, Mengobtimalkan Keajaiban Otak Kanan dan Otak Kiri Anak, Cetakan 1, Jawa Tengah: Pustaka Horizona, 2008.
Jujun S. Suriasumantri, Ilmu Dalam Perspektif, Cetakan kedelapan belas, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2012.
Mohammad Adib, 2015, Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.
Suharso, Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Semarang: CV. Widya Karya, 2009.
Sutrisno Hadi, Metodologi Research Jilid 3, Yogyakarta: Andi, 2002.
Widi Widayat, Tri Ratnawati, Filsafat Ilmu dan Logika Sains, Sidoarjo: Laros, 2013.
Mohammad Adib, Filsafat Ilmu Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.
Widi Hidayat & Tri Ratnawati, Filsafat Ilmu dan Logika Sains, Sidoarjo: CV. Citramedia, 2013.
Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2012.
Joseph Broam, Language and society, Garden City: Doubleday and Company Inc, 1995.
Sutrisno Hadi, Metodologi Research Jilid 3, Yogyakarta: Andi, 2002.
Sutrisno Hadi, MA., Metodologi Research Jilid 3, Yogyakarta: Andi, 2002.
Mohammad Adib, MA., Filsafat Ilmu Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.
Idi Hidayat & Tri Ratnawati, SE., Ak, MS., Filsafat Ilmu dan Logika Sains, Sidoarjo: CV. Citramedia, 2013



[1]Mohammad Adib, Filsafat Ilmu Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan, Edisi ke-3 (Revisi), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), hlm. 145.
[2]Widi Hidayat & Tri Ratnawati, Filsafat Ilmu dan Logika Sains, (Sidoarjo: CV. Citramedia, 2013), hlm. 117.
[3]Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif, ( Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2012), hlm. 68-69.
[4]Joseph Broam, Language and society, (Garden City: Doubleday and Company Inc, 1995), hlm. 2
[5] Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif...., hlm. 282-283
[6] Sutrisno Hadi, Metodologi Research Jilid 3, (Yogyakarta: Andi, 2002), hlm. 221
[7]Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif..., hlm. 270
[8]Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif...., hlm. 271.
[9]Sutrisno Hadi, MA., Metodologi Research Jilid 3, (Yogyakarta: Andi, 2002), hlm. 222
[10]Mohammad Adib, MA., Filsafat Ilmu Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), hlm. 160.
[11] Ibid, hlm. 161,
[12]Idi Hidayat & Tri Ratnawati, SE., Ak, MS., Filsafat Ilmu dan Logika Sains, (Sidoarjo: CV. Citramedia, 2013), hlm. 31
[13]Mohammad Adib, Filsafat Ilmu Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan., hlm. 162-163.