BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kegiatan berfikir kita lakukan dalam keseharian dan
merupakan ciri utama dari kita sebagai manusia ciptaan tuhan yang dianugerahi
akal pikiran yang membedakan manusia dengan makhluk lain ciptaan Tuhan. Berpikir
merupakan upaya manusia dalam memecahkan masalah. Secara garis besar berfikir dapat dibedakan antara berfikir alamiah dan
berfikir ilmiah. Berfikir alamiah adalah pola penalaran yang berdasarkan
kehidupan sehari-hari dari pengaruh alam sekelilingnya. Berfikir ilmiah adalah
pola penalaran berdasarkan sarana tertentu secara teratur dan cermat. Harus
disadari bahwa tiap orang mempunyai kebutuhan untuk berpikir serta
menggunakan akalnya semaksimal mungkin. Seseorang yang tidak berpikir, berada sangat
jauh dari kebenaran dan menjalani sebuah kehidupan yang penuh
kepalsuan dan kesesatan. Akibatnya ia tidak akan mengetahui tujuan penciptaan
alam, dan arti keberadaan dirinya di dunia.
Banyak yang beranggapan bahwa untuk “berpikir secara mendalam”, seseorang
perlu memegang kepala dengan kedua telapak tangannya, dan menyendiri
di sebuah ruangan yang sunyi, jauh dari keramaian dan segala urusan yang
ada. Sebenarnya, mereka telah menganggap “berpikir secara mendalam” sebagai
sesuatu yang memberatkan dan menyusahkan. Mereka berkesimpulan bahwa pekerjaan
ini hanyalah untuk kalangan “filosof”. Bagi seorang ilmuan penguasaan sarana
berfikir ilmiah merupakan suatu keharusan, karena tanpa adanya penguasaan
sarana ilmiah, maka tidak akan dapat melaksanakan kegiatan ilmiah dengan baik.
Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat untuk membantu kegiatan ilmiah
dengan berbagai langkah yang harus ditempuh. Berfikir ilmiah merupakan berfikir dengan langkah–langkah metode ilmiah
seperti perumusan masalah, pengajuan hipotesis, pengkajian literatur, menjugi
hipotesis, menarik kesimpulan. Kesemua langkah–langkah berfikir dengan metode
ilmiah tersebut harus didukung dengan alat atau sarana yang baik sehingga diharapkan
hasil dari berfikir ilmiah yang kita lakukan mendapatkan hasil yang baik.
Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat membantu kegiatan ilmiah dalam
berbagai langkah yang harus ditempuh. Tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah
untuk memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah secara baik, sedangkan
tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengehahuan yang
memungkinkan untuk bisa memecahkan masalah sehari-hari. Ditinjau dari pola
berfikirnya, maka maka ilmu merupakan gabungan antara pola berfikir deduktif
dan berfikir induktif, untuk itu maka penalaran ilmiah menyadarkan diri kepada
proses logika deduktif dan logika induktif.
Penalaran ilmiah mengharuskan kita menguasai metode
penelitian ilmiah yang pada hakekatnya merupakan pengumpulan fakta untuk
mendukung atau menolak hipotesis yang diajukan. Kemampuan berfikir ilmiah yang
baik harus didukung oleh penguasaan sarana berfikir ini dengan baik pula. Salah
satu langkah kearah penguasaan itu adalah mengetahui dengan benar peranan
masing-masing sarana berfikir tersebut dalam keseluruhan berfikir ilmiah
tersebut. Untuk dapat melakukan kegiatan ilmiah dengan baik, maka
diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika, matematika dan statistik. Berdasarakan uraian tersebut maka dibuatlah makalah mengenai
sarana berpikir ilmiah.
2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini yaitu:
1. Bagiamana seseorang
dikatakan berpikir ilmiah ?
2. Apa yang dimaksud
dengan sarana berpikir ilmiah ?
3. Sarana apa saja yang
mendukung seseorang untuk berpikir ilmiah ?
3. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu:
1) Untuk
mengetahui bagaimana seseorang dikatakan berikir ilmiah.
1) Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan sarana berpikir ilmiah.
2) Untuk mengetahui
Sarana apa saja yang mendukung seseorang untuk berpikir ilmiah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Sarana Berfikir Ilmiah
Berpikir juga dapat dikatakan suatu hal yang alamiah
(fitrah atau natural) bagi setiap manusia yang sehat atau tidak gila
dikarenakan adanya unsur-unsur ciptaan yang telah diciptakan oleh Allah SWT.
Dalam proses berpikir sejatinya melibatkan unsur-unsur, yakni: (i) otak yang
sehat; (ii) pancaindra; (iii) informasi atau pengetahuan sebelumnya; dan (iv)
fakta. Dari empat unsur di atas dapat kita rangkai sebuah definisi sebagai
berikut: “pemindahan pengindraan terhadap fakta melalui pancaindra ke dalam
otak yang disertai dengan informasi terdahulu yang digunakan untuk menafsirkan
fakta tersebut”.[1]
Menurut Plato, Aristoteles, berpikir adalah bicara
dengan dirinya sendiri di dalam batin untuk mempertimbangkan, merenungkan,
menganalisa, membuktikan sesuatu, menunjukkan alasan-alasan, menarik
kesimpulan, meneliti suatu jalan pikiran, mencari berbagai hal yang berhubungan
satu sama lain, mengapa atau untuk apa sesuatu terjadi, serta membahas suatu
realitas.[2]
Ilmiah artinya keilmuan, bersifat ilmu, secara ilmu
pengetahuan. Pemikiran keilmuan bukanlah suatu pemikiran yang biasa. Pemikiran
keilmuan adalah pemikiran yang sungguh-sungguh. Artinya, suatu cara berpikir
yang berdisiplin, di mana seseorang yang berpikir sungguh-sungguh takkan
membiarkan ide dan konsep yang sedang dipikirkannya berkelana tanpa arah, namun
kesemuanya itu akan diarahkannya pada suatu tujuan tertentu. Tujuan tertentu
itu, dalam hal ini, adalah pengetahuan. Berpikir keilmuan atau berpikir
sungguh-sungguh adalah cara berpikir yang didisiplinkan dan diarahkan kepada
pengetahuan.[3]
Berfikir
ilmiah adalah berfikir yang logis dan empiris. Logis adalah masuk akal,
dan empiris adalah dibahas secara mendalam berdasarkan fakta yang dapat
dipertanggung jawabkan, selain itu menggunakan akal budi untuk
mempertimbangkan, memutuskan, dan mengembangkan. Berpikir merupakan sebuah
proses yang membuahkan pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak
pemikiran dalam mengikuti jalan pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada
sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan. Berpikir ilmiah adalah kegiatan akal
yang menggabungkan induksi dan deduksi. Induksi adalah cara berpikir yang di
dalamnya kesimpulan yang bersifat umum ditarik dari pernyataan-pernyataan atau
kasus-kasus yang bersifat khusus, sedangkan, deduksi ialah cara berpikir yang
di dalamnya kesimpulan yang bersifat khusus ditarik dari pernyataan-pernyataan
yang bersifat umum.
2.2. Sarana
Berfikir Ilmiah
Sarana berfikir ilmiah merupakan alat yang membantu
kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh tanpa
penguasaan sarana berpikir ilmiah kita tidak akan dapat melaksanakan kegiatan
berpikir ilmiah yang baik. Mempunyai metode tersendiri yang berbeda dengan
metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuannya sebab fungsi sarana berpikir
ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah.
Pengertian Sarana Berfikir Ilmiah menurut para ahli :
1.
Menurut Salam
(1997:139): Berfikir ilmiah adalah proses atau aktivitas manusia
untuk menemukan/mendapatkan ilmu. Berfikir ilmiah adalah proses
berpikir untuk sampai pada suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan.
2.
Menurut Jujun
S.Suriasumantri. Berpikir merupakan kegiatan akal untuk memperoleh pengetahuan
yang benar. Berpikir ilmiah adalah kegiatan akal yang menggabungkan induksi dan
deduksi.
3.
Menurut Kartono (1996,
dalam Khodijah 2006:118). Berpikir ilmiah, yaitu berpikir dalam hubungan yang
luas dengan pengertian yang lebih komplek disertai pembuktian-pembuktian.
Ilmu pengetahuan telah didefenisikan dengan beberapa
cara dan defenisi untuk operasional. Berfikir secara ilmiah adalah upaya untuk
menemukan kenyataan dan ide yang belum diketahui sebelumnya. Ilmu merupakan
proses kegiatan mencari pengetahuan melalui pengamatan berdasarkan teori dan
atau generalisasi. Ilmu berusaha memahami alam sebagaimana adanya dan
selanjutnya hasil kegiatan keilmuan merupakan alat untuk meramalkan dan
mengendalikan gejala alam. Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah
dengan baik maka diperlukan sarana berpikir ilmiah yaitu bahasa, matematika,
dan statistika.. Matematika mempunyai peranan yang penting dalam berpikir deduktif.
Statistika mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif. Salah satu
langkah kearah penguasaan adalah mengetahui dengan benar peranan masing-masing
sarana berpikir dalam keseluruhan proses berpikir ilmiah. Untuk itu terdapat
syarat-syarat yang membedakan ilmu (science), dengan pengetahuan (knowledge),
antara lain :
a) Menurut Prof.Dr.Prajudi Atmosudiro, Adm. Dan
Management Umum 1982. Ilmu harus memiliki obyek, terminologi, metodologinya,
filosofi dan teorinya yang khas.
b) Menurut Prof.DR.Hadari Nawawi, Metode Penelitian
Bidang Sosial 1985. Ilmu juga harus memiliki objek, metode, sistematika dan
mesti bersifat universal.
Sumber-sumber pengetahuan manusia
dikelompokkan atas:
1. Pengalaman.
2. Otoritas .
3. Cara berfikir deduktif.
4. Cara berfikir induktif .
5. Berfikir ilmiah (pendekatan ilmiah).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dari
sarana berpikir ilmiah adalah :
1.
Sarana berfikir ilmiah
bukanlah ilmu melainkan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode
ilmu.
2.
Tujuan mempelajari
metode ilmiah adalah untuk memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah secara
baik.
Sarana berfikir ilmiah pada dasarnya ada empat, yaitu : bahasa ilmiah,
logika dan matematika, dan statistika. Bahasa ilmiah berfungsi sebagai alat
komunikasi untuk menyampaikan jalan fikiran seluruh proses berfikir ilmiah.
Logika dan matematika mempunyai peranan penting dalam berfikir deduktif
sehingga mudah diikuti dan mudah dilacak kembali kebenarannya. Sedang logika
dan statistika mempunyai peranan penting dalam berfikir induktif dan mencari
konsep-konsep yang berlaku umum.
Berpikir alamiah dan berpikir ilmiah memiliki
perbedaan dalam 2 faktor mendasar, yaitu: pertama, sumber pengetahuan. Dalam
hal ini berpikir ilmiah menyandarkan sumber pengetahuan pada rasio dan
pengalaman manusia, sedangkan berpikir non ilmiah mendasarkan sumber
pengetahuan pada perasaan manusia. Kedua, ukuran kebenaran. Dalam
berpikir ilmiah mendasarkan ukuran kebenarannya pada logis dan analitisnya
suatu pengetahuan, sedangkan berpikir non ilmiah mendasarkan kebenaran suatu
pengetahuan pada keyakinan seseorang.
Adapun tujuan mempelajari sarana ilmiah yaitu untuk
memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah secara baik, sedangkan tujuan
mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan
untuk bisa memecahkan masalah sehari-hari. Ditinjau dari pola berpikirnya, maka
ilmu merupakan gabungan antara pola berpikir deduktif dan berfikir induktif.
Dari
penjelasan yang dikemukakan di atas dapat diketahui bahwa sarana ilmiah sangat
penting untuk diketahui dan dikuasai oleh seorang ilmuan, karena tanpa sarana
ilmiah, kegiatan berpikir ilmiah tidak dapat dilakukan dengan baik, karena sebenarnya
sarana ilmiah itu adalah alat untuk membantu dilakukannya kegiatan ilmiah.
Sarana ilmiah ada beberapa macam yaitu bahasa, logika, matematika dan
statistika.
1. Peran
Bahasa Sebagai Sarana Berpikir Ilmiah
Bahasa ilmiah berfungsi sebagai alat komunikasi
untuk menyampaikan jalan pikiran seluruh proses berpikir ilmiah. Yang dimaksud
bahasa disini ialah bahasa ilmiah yang merupakan sarana komunikasi ilmiah
yang ditujukan untuk menyampaikan informasi yang berupa pengetahuan dengan
syarat bebas dari unsur emotif, reproduktif, obyektif, eksplisit.
Bahasa memegang
peranan penting dan suatu hal yang lazim dalam hidup dan kehidupan manusia.
Kelaziman tersebut membuat manusia jarang memperhatikan bahasa dan
menganggapnya sebagai suatu hal yang biasa, seperti bernafas dan berjalan.
Padahal bahasa mempunyai pengaruh-pengaruh yang luar biasa dan termasuk yang
membedakan manusia dari ciptaan lainnya. hal ini senada dengan apa yang
diutarakan oleh Ernest Cassirer, sebagaimana yang dikutip oleh Jujun, bahwa
keunikan manusia bukan terletak pada kemampuannya berpikir melainkan terletak
pada kemampuannya berbahasa.[4]
Bahasa pada hakikatnya mempunyai dua fungsi
utama yakni,
1.
Sebagai sarana
komunikasi antar manusia.
2.
Sebagai sarana budaya
yang mempersatukan kelompok manusia yang mempergunakan bahasa tersebut.
Bahasa adalah unsur yang berpadu dengan unsur-unsur lain di dalam jaringan
kebudayaan. Pada waktu yang sama bahasa merupakan sarana pengungkapan
nilai-nilai budaya, pikiran, dan nilai-nilai kehidupan kemasyarakatan. Oleh
karena itu, kebijaksanaan nasional yang tegas di dalam bidang kebahasaan harus
merupakan bagian yang integral dari kebijaksanaan nasional yang tegas di
dalam bidang kebudayaan.
Ada dua pengolongan bahasa yang umumnya dibedakan yaitu :
1.
Bahasa alamiah yaitu
bahasa sehari-hari yang digunakan untuk menyatakan sesuatu, yang tumbuh atas
pengaruh alam sekelilingnya. Bahasa alamiah dibagi menjadi dua yaitu:
bahasa isyarat dan bahasa biasa.
2.
Bahasa buatan adalah
bahasa yang disusun sedemikian rupa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan akar
pikiran untuk maksud tertentu. Bahasa buatan dibedakan menjadi dua bagian
yaitu: bahasa istilah dan bahasa antifisial atau bahasa simbolik. Bahasa buatan
inilah yang dikenal dengan bahasa ilmiah.
Bahasa keilmuan adalah suatu sarana yang
digunakan dalam komunikasi keilmuan. Terdapat unsur-unsur yang terlibat dalam
komunikasi keilmuan, seperti juga unsur-unsur dari kebanyakan bentuk komunikasi
antara lain adalah: (i) lambang (termasuk kata-kata dan tanda-tanda); (ii)
definisi; dan (iii) pernyataan dan logika. Bahasa keilmuan juga merupakan
bahasa yang digunakan dalam penulisan-penulisan ilmiah atau ilmu pengetahuan.
2. Peran Matematika Sebagai Sarana Berpikir Ilmiah
Matematika memiliki struktur dengan keterkaitan yang
kuat dan jelas satu dengan lainnya serta berpola pikir yang bersifat deduktif
dan konsisten. Matematika merupakan alat yang dapat memperjelas dan
menyederhanakan suatu keadaan atau situasi melalui abstraksi, idealisasi, atau
generalisasi untuk suatu studi ataupun pemecahan masalah. Pentingnya matematika
tidak lepas dari perannya dalam segala jenis dimensi kehidupan.
Mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa matematika justru lebih praktis,
sistematis, dan efisien. Begitu pentingnya matematika sehingga bahasa
matematika merupakan bagian dari bahasa yang digunakan dalam masyarakat. Hal
tersebut menunjukkan pentingnya peran dan fungsi matematika, terutama sebagai
sarana untuk memecahkan masalah baik pada matematika maupun dalam bidang.
Matematika
adalah alat utama dalam komunikasi pemikiran keilmuan. Beberapa sifat yang
penting memungkinkan matematika memegang peranan yang sangat penting dalam
proses kegiatan keilmuan. Sifat-sifat itu adalah sebagai berikut:
1. Matematika berhubungan dengan pernyataan yang berupa
dalil dan konsekuensinya di mana pengujian kebenaran serta matematis akan dapat
diterima oleh tiap orang yang rasional.
2. Matematika tidak tergantung kepada perubahan ruang dan
waktu.
3. Matematika bersifat eksak dalam semua yang
dikerjakannya meskipun dia mempergunakan data yang tidak eksak (merupakan
perkiraan).
4. Matematika adalah logika deduktif, yang mengubah
pengalaman indera menjadi bentuk-bentuk yang diskriminatif, kemudian bentuk ini
diubah menjadi abstraksi, dan abstraksi kemudian diubah menjadi generalisasi.[5]
3. Peran Statistika sebagai sarana berpikir
ilmiah
Dalam suatu
research, seseorang penyelidik dapat menggunakan dua jenis analisa, yaitu
analisa statistik (statistical analysis) dan analisa nonstatistik (nonstatistical
analysis).
Istilah
statistik pada pokoknya mempunyai dua macam pengertian, yang luas dan yang
sempit. Dalam pengertian yang sempit kata statistik digunakan untuk menunjuk
semua kenyataan yang berwujud angka-angka tentang suatu kejadian khusus. Dalam
pengertian yang luas, yaitu pengertian teknik metodologik, statistik berarti
cara-cara ilmiah yang dipersiapkan untuk mengumpulkan, menyusun, menyajikan,
dan menganalisa data penyeledikan yang berwujud angka-angka.[6]
statistika merupakan sekumpulan
metode dalam memperoleh pengetahuan untuk mengelolah dan
menganalisis data dalam mengambil suatu kesimpulan kegiatan ilmiah. Untuk dapat
mengambil suatu keputusan dalam kegiatan ilmiah diperlukan data-data, metode
penelitian serta penganalisaan harus akurat. Statistika diterapkan secara luas
dan hampir semua pengambilan keputusan dalam bidang manajemen. Peranan
statiska diterapkan dalam penelitian pasar, produksi, kebijaksanaan penanaman
modal, kontrol kualitas, seleksi pegawai, kerangka percobaan industri, ramalan
ekonomi, auditing, pemilihan resiko dalam pemberian kredit dan lain sebagainya.
Peranan Statistika dalam tahap-tahap metode keilmuan:
1. Alat untuk menghitung besarnya anggota sampel yang akan diambil dari
populas.
2. Alat untuk menguji validitas dan reliabilitas instrumen..
3. Teknik untuk menyajikan data-data, sehingga data lebih komunikatif.
4. Alat untuk analisis data seperti menguji hipotesis penelitian yang
diajukan.
Hubungan statiska antara Sarana berfikir Ilmiah Bahasa, Matematika dan
Statistika, yaitu agar dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik,
diperlukan sarana bahasa, matematika dan statistika. Bahasa merupakan alat
komunikasi verbal yang dipakai dalam kegiatan berpikir ilmiah, dimana bahasa
menjadi alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang
lain. Dan ditinjau dari pola berpikirnya, maka ilmu merupakan gabungan antara
berpikir deduktif dan berpikir induktif. Matematika mempunyai peranan yang
penting dalam berpikir deduktif, sedangkan statistika mempunyai peranan penting
dalam berpikir induktif. Penalaran induktif dimulai dengan mengemukakan
pernyataan yang memiliki ruang lingkup yang khas dan terbatas untuk menyusun
argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Sedangkan
deduktif, merupakan cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum
ditarik kesimpulan yang bersifat khusus,
dengan memakai pola berpikir silogismus.
Tujuan dari pengumpulan data statistik dapat dibagi ke
dalam dua golongan besar, yang secara kasar dapat dirumuskan sebagai tujuan
kegiatan praktis dan kegiatan keilmuan. Kedua tujuan ini sebenarnya tidak
mempunyai perbedaan yang hakiki karena kegiatan keilmuan merupakan dasar bagi
suatu kegiatan praktis. Dalam bidang statistika, perbedaan yang terpenting dari
kedua kegiantan ini dibentuk oleh kenyataan bahwa dalam kegiatan praktis
hakikat alternatif yang sedang dipertimbangkan telah diketahui, paling tidak
secara prinsip, di mana konsekuensi dalam memilih salah satu dari alternatif
tersebut dapat dievaluasi berdasarkan serangkaian perkembangan yang akan
terjadi.[7]
Statistika
sangat menolong untuk mengenal langkah-langkah yang lazim dipergunakan dalam
kegiatan keilmuan yang dapat diperinci sebagai berikut:
- Observasi. Ilmuwan
melakukan observasi mengenai apa yang terjadi, dia mengumpulkan dan
mempelajari fakta yang berhubungan dengan masalah yang sedang
diselidikinya. Statistika berguna dalam tahap ini karena dapat menyarankan
mengenai apa yang harus diobservasi untuk menarik manfaat yang maksimal
serta bagaimana caranya menafsirkan hasil observasi tersebut.
2.
Hipotesis.
Untuk menerangkan fakta yang diobservasi, ilmuwan merumuskan dugaannya dalam
sebuah hipotesis, atau teori yang menggambarkan sebuah pola, yang menurut
anggapannya ditemukan dalam data tersebut. Dalam tahap ini, statistika menolong
kita dalam mengklasifikasikan, mengikhtisarkan, dan menyajikan hasil observasi
dalam bentuk yang dapat dipahami dan memudahkan kita dalam mengembangkan
hipotesis.
- Ramalan. Dari
hipotesis atau teori, dikembangkanlah deduksi. Deduksi ini, jika teori
yang dikemukakan itu memenuhi syarat, akan merupakan suatu pengetahuan
baru, yang belum diketahui sebelumnya secara empiris, tetapi dideduksikan
dari teori.
- Pengujian
Kebenaran. Ilmuwan mengumpulkan fakta untuk menguji kebenaran ramalan yang
dikembangkan dari teori. Mulai dari tahap ini maka keseluruhan tahap-tahap
sebelumnya berulang seperti sebuah siklus. Sebuah hipotesis dianggap telah
teruji kebenarannya jika ramalan yang dihasilkannya didukung oleh fakta.
Penalaran konsep statistika modern telah
memberikan arti yang pasti kepada pengujian kebenaran sebuah hipotesis adalah
telah sah teruji-mungkin lebih baik kita katakan telah sah dites-bila pengaruh
unsur kebetulan dalam pembuktian telah ditafsirkan dengan benar. Prosedur
statistika memperhitungkan secara objektif penafsiran yang tidak benar dalam
nilai-nilai peluang atau dengan perkataan lain, memperhitungkan risiko dari
suatu kesimpulan yang salah.[8]
Statistik
mempunyai tiga macam ciri pokok:
1.
Ia bekerja
dengan angka-angka. Angka-angka ini dalam statistik mempunyai dua arti, yaitu
angka sebagai jumlah yang menunjukkan jumlah dan frekuensi; dan angka yang
menunjukkan nilai atau harga. Dalam arti yang terakhir ini angka masih mewakili
atau mensimbulkan sesuatu kualitas.
2.
Ia bersifat
obyektif. Kerja statistik menutup pintu bagi masuknya unsur-unsur subyektif
yang dapat menyulap keinginan menjadi kenyataan atau kebenaran. Statistik
sebagai alat penilai kenyataan tidak dapat berbicara lain kecuali apa adanya.
Adapun apa arti dan bagaimana menggunakan kenyataan-kenyataan statistik itu
adalah persoalan-persoalan lain yang berada di luar kompetensi statistik.
3. Ia bersifat universal dalam arti dapat digunakan
hampir dalam semua bidang penyelidikan. Penyelidikan-penyelidikan dalam wilayah
ilmu-ilmu eksakta, biologi, sosial, dan kebudayaan, semuanya dapat menggunakan
statistik dengan keyakinan yang penuh.[9]
4. Logika Sebagai Sarana Berfikir Ilmiah
Logika
berasal dari kata Yunani kuno (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal
pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Sebagai ilmu,
logika disebut dengan logike episteme (Latin: logica scientia)
atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir
secara lurus, tepat, dan teratur.[10]
Logika didefinisikan sebagai: pengkajian untuk
berpikir secara sahih. Logika dipakai untuk menarik kesimpulan suatu proses
berpikir berdasar cara tertentu, yang mana proses berpikir di sini merupakan
suatu penalaran untuk menghasilkan suatu pengetahuan.[11]
Logika
berpikir adalah berpikir lurus atau dikatakan menalar yaitu proses berpikir di
mana kita menggunakan rasionalisme kita dalam menghasilkan pikiran menalar
tersebut. Seseorang yang mempunyai logika berpikir yang tinggi mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut:
1.
Berpikir
kritis
2.
Rasionalisme
tinggi
3.
Dapat
diterima oleh akal sehat
4.
Justifikasi
dan falsifikasi
5.
Induksi dan
deduksi.[12]
Logika
dipilahkan dalam logika alamiah dan logika ilmiah. Logika alamiah adalah
kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepat dan lurus sebelum
dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang
subjektif. Sedangkan logika ilmiah memperhalus, mempertajam pikiran serta akal budi.
Logika ilmiah menjadi ilmu khusus yang merumuskan asas-asas yang harus ditepati
dalam setiap penalaran. Adapun kegunaan logika adalah:
1. Membantu setiap orang yang mempelajari pola pikir
secara rasional, kritis, lurus, tertib, metodis, dan koheren;
2. Meningkatkan berpikir secara abstrak, cermat, dan
objektif;
3. Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan
berpikir secara tajam dan mandiri;
4. Menyadarkan dan mendorong orang untuk berpikir sendiri
dengan menggunakan asas-asas penalaran secara sistematis;
5. Meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari
kesalahan-kesalahan berpikir, kekeliruan serta kesesatan; dan
6. Mampu melakukan analisis terhadap suatu kejadian.[13]
7.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini yaitu :
1. Seseorang dikatakan berfikir ilmiah jika
dia dapat berfikir secara logis dan empiris. Logis adalah masuk akal, dan
empiris adalah dibahas secara mendalam berdasarkan fakta yang dapat
dipertanggung jawabkan, serta menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan,
memutuskan, dan mengembangkannya.
2. Sarana berpikir ilmiah
ialah alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus dapat
melaksanakan kegiatan berpikir ilmiah yang baik.
3. Sarana yang digunakan dalam brpikir ilmiah yaitu bahasa, matematika logika dan
stasistika.
B. Saran
Saran dari makalah ini
yaitu agar penulis dapat menambah literature lain mengenai pengertian
istilah-istilah penting yang terdapat dalam tulisan agar pembaca dapat mudah
mengerti.
DAFTAR
PUSTAKA
Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2009.
Salam, Burhanuddin, Logika Materiil Filsafat Ilmu
Pengetahuan, Jakarta: Rineka Cipta, 2002
Sumarna, Cecep, Filsafat Ilmu,
Bandung: Mulia Press, 2008.
Suriasumantri, Jujun S, Filsafat Ilmu Sebuah
Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1999.
Suriasumantri, Jujun S, Filsafat Ilmu
Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003.
Anik Pamilu,
Mengobtimalkan Keajaiban Otak Kanan dan Otak Kiri Anak, Cetakan 1, Jawa
Tengah: Pustaka Horizona, 2008.
Jujun S. Suriasumantri, Ilmu Dalam Perspektif, Cetakan
kedelapan belas, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2012.
Mohammad Adib, 2015, Filsafat Ilmu: Ontologi,
Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2015.
Suharso, Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Semarang: CV. Widya Karya, 2009.
Sutrisno Hadi, Metodologi Research Jilid 3,
Yogyakarta: Andi, 2002.
Widi Widayat, Tri Ratnawati, Filsafat Ilmu dan
Logika Sains, Sidoarjo: Laros, 2013.
Mohammad Adib, Filsafat Ilmu Ontologi, Epistemologi,
Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.
Widi Hidayat & Tri Ratnawati, Filsafat Ilmu dan
Logika Sains, Sidoarjo: CV. Citramedia, 2013.
Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif,
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2012.
Joseph Broam, Language and society, Garden
City: Doubleday and Company Inc, 1995.
Sutrisno
Hadi, Metodologi Research Jilid 3, Yogyakarta: Andi, 2002.
Sutrisno
Hadi, MA., Metodologi Research Jilid 3, Yogyakarta: Andi, 2002.
Mohammad Adib, MA., Filsafat Ilmu Ontologi,
Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2015.
Idi Hidayat & Tri Ratnawati, SE., Ak, MS., Filsafat
Ilmu dan Logika Sains, Sidoarjo: CV. Citramedia, 2013
[1]Mohammad
Adib, Filsafat Ilmu Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu
Pengetahuan, Edisi ke-3 (Revisi), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), hlm.
145.
[2]Widi
Hidayat & Tri Ratnawati, Filsafat Ilmu dan Logika Sains, (Sidoarjo:
CV. Citramedia, 2013), hlm. 117.
[3]Jujun
S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif, ( Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2012), hlm.
68-69.
[5] Jujun S.
Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif...., hlm. 282-283
[6] Sutrisno Hadi, Metodologi Research Jilid 3, (Yogyakarta:
Andi, 2002), hlm. 221
[10]Mohammad
Adib, MA., Filsafat Ilmu Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu
Pengetahuan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), hlm. 160.
[11] Ibid, hlm.
161,
[12]Idi Hidayat & Tri Ratnawati, SE., Ak, MS., Filsafat
Ilmu dan Logika Sains, (Sidoarjo: CV. Citramedia, 2013), hlm. 31
[13]Mohammad
Adib, Filsafat Ilmu Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan
Logika Ilmu Pengetahuan., hlm. 162-163.