Minggu, 22 Desember 2019


MAKALAH ULUMUL HADIST

INGKAR SUNNAH

DISUSUN OLEH:
MUHAMMAD REZA PALEVY, S.Sy

DOSEN PENGAMPU: DR. NUR BAETY, MA


PRODI EKONOMI SYARIAH
PASCASARJANA UIN AR-RANIRY
BANDA ACEH
TAHUN 2017













BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Sunnah merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an. Timbul perdebatan dalam memahami sunnah, apakah diterima sebagai hujjah dalam menentukan sebuah hukum ataupun tidak. Perdebatan ini mulai muncul pada masa klasik pada masa khalifah Abbasyiah semasa hidupnya seorang tokoh ulama besar yaitu Imam asy-Syafi’i.
Sebenarnya mengenai masalah sunnah sendiri mulai timbul pada masa Rasulullah, dimana Nabi Muhammad Saw melarang menulis hadits. Pelarangan tersebut diartikan oleh sebagian kalangan sebagai penolakan hadits dalam mengistimbatkan sebuah hukum. Jika melihat tujuan Rasul melarang menulis hadits sungguh bertolak belakang dengan yang dimaksud oleh sebagian kaum yang menolak sunnah.
Ingkar sunnah sendiri menurut hemat penulis mulai muncul dari pasca peperangan perang Siffin antara kaum Muawiyah dan Ali. Munculnya ingkar sunnah kemungkinan besar ada faktor politik didalamnya, baik dalam menolak sunnah yang diriwayatkan oleh sahabat tertentu hingga membuat hadits-hadits palsu. Hingga paham ingkar sunnah sudah bergejolak puncaknya pada masa hidupnya Imam asy-Syafi’i dan beliaulah menentang para penolak sunnah dengan argumennya yang ilmiah dan dapat diterima akal, sehingga beliau diberi gelar “nashiru as-sunnah” yaitu penolong sunnah.
Dalam makalah ini penulis ingin menulis tebbagaimana yang dimaksud dengan pemahaman ingkar sunnah, baik dari sisi sejarah, alasan atau argumen kaum tertentu dalam menolak sunnah sebagai sumber ajaran dalam Islam. Penulis melakukan penelitian secara library research (kajian kepustakaan), mengutip dari beberapa buku baik langsung maupun tidak lansung dan juga memuat kesimpulan berdasarkan analisa penulis.








BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Pengertian “ingkar sunnah” secara bahasa diartikan sebagai  menyangkal atau tidak membenarkan sunnah atau tidak menerima sesuatu (sunnah). Secara terminologi diartikan sebagai paham yang timbul dalam masyarakat Islam dalam menolak sunnah sebagai sumber dari ajaran Islam kedua setelah Al-Qur’an.[1]
Ingkar sunnah merupakan sebuah sikap penolakan terhadap sunnah Rasul, baik sebagian maupun keseluruhan. Mereka menciptakan metode tertentu dalam menyingkapi sunnah sehingga mengakibatkan tertolaknya sunnah baik sebagian maupun keseluruhan. Ingkar terhadap sunnah bukan berarti mengingkari sunnah secara keseluruhan saja, yang mengingkari sunnah sebagian maka disebut juga sebagai ingkar sunnah.
Ada tiga jenis kelompok ingkar sunnah. Pertama, kelompok yang menolak hadits-hadits Rasulullah SAW secara keseluruhan. Kedua, kelompok yang menolak hadits Nabi, yang kandungannya baik secara tersurat ataupun tersirat yang tidak disebutkan dalam Al-Qur’an. Ketiga, kelompok yang menolak hadits Nabi yang berstatus ahad walaupun shaih dan hanya meneriam hadits yang bertaraf mutawatir.[2] Dapat disimpulkan bahwa ingkar sunnah merupakan penolakan terhadap sunnah baik menyeluruh, sebagian dan menerima sunnah yang sesuai persyaratan tertentu.
2.2. Sejarah Ingkar Sunnah
Perkembangan ingkar sunnah terjadi pada dua masa yaitu masa klasik dan modern. Menurut M. Mushthafa al-A’zhamiy, sejarah ingkar sunnah klasik terjadi pada masa al-Syafi’i (w. 204 H). Abad modern ingkar sunnah kembali muncul di India dan Mesir mulai dari abad ke-19 M/ 13 H hingga sekarang.[3]
2.2.1. Ingkar Sunnah Klasik
Pada masa sahabat sebenarnya ingkar sunnah sudah mulai muncul. Dituturkan oleh Imam al-Hasan al-Basri (w. 110H), ada seorang sahabat yang begitu kurang memahami dan memperhatikan kedudukan sunnah Nabi Saw. Ketika sahabat Nabi Saw bernama ‘Imran bin Hushain (w. 52H) mengajarkan hadist, seorang sahabat yang lain mengatakan untuk tidak mengajarkan hadist cukup mengajarkan Al-Qur’an saja. Mendengar hal tersebut ‘Imran menjawab, “tahukah Anda, seandainya Anda dan kawan-kawan Anda hanya memakai Al-Qur’an, apakah anda dapat menemukan dalam Al-Qur’an bahwa shalat zhuhur itu empat rakaat, shalat magrib tiga rakaat? Apabila Anda hanya memakai Al-Qur’an dari mana Anda tahu bahwa tawaf (mengelilingi Ka’bah) dan sa’I antara Shafa dan Marwa itu tujuh kali?”, mendengat jawaban itu, orang tersebut berkata, “Anda telah menyadarkan saya”. Akhirnya sebelum wafat orang tersebut menjadi ahli fiqh.[4]
Berkembanganya sikap pengingkaran terhadap sunnah Rasul Saw dengan argumen baru muncul pada penghujung abad ke-2 Hijriyah pada awal masa Abbasiyah. Pada masa ini bermunculan kelompok ingkar sunnah di Irak tepatnya di Basrah. Menurut hemat penulis, munculnya ingkar sunnah di Irak tidak terlepas dari pengaruh teologi Mu’tazilah pada masa itu karena menjadi pusat teologi Mu’tazilah, pemahaman-pemahaman Mu’tazilah berkembang sangat cepat (masyhur) hingga mempengaruhi terhadap istimbath hukum dalam Islam. kita ketahui bahwa paham Mu’tazilah lebih mengedepankan rasional (akal) sehingga bisa jadi mereka para ahli teologi Mu’tazilah menolak hadist dan hanya menerima Al-Qur’an saja dalam menentukan sebuah hukum, mencaci sahabat dan membuat hadits palsu.
Imam Syafi’I yang hidup pada zaman dinasti Abbasyiah pernah menentang pemahaman kaum ingkar sunnah pada masa itu. Menurut imam Syafi’i ada tiga kelompok ingkar sunnah Pertama, kelompok yang mengingkari sunnah secara keseluruhan. Kedua, kelompok yang mengingkari sunnah yang tidak disebutkan dalam Al-Qur’an atau semakna dengan Al-Qur’an. Ketiga, kelompok yang hanya menerima hadits mutawattir saja.[5]
a.       Khawarij
Khawarij adalah kelompok yang keluar dan tidak loyal kepada kepemimpinan Ali bin Abi Thalib ra atau kebalikan daripada kaum Syiah. Ada sumber yang mengatakan bahwa hadits-hadits yang diriwayatkan oleh para sahabat sebelum terjadinya fitnah[6] yang mengakibatkan terjadinya perang saudara. Sebelum kejadian tersebut para sahabat dinilai sebagai orang-orang yang ‘adil[7] dan hadits yang disampaikan diterima dengan baik oleh mereka[8]. Namun, sesudah kejadian fitnah tersebut, kelompok khawarij menilai mayoritas sahabat Nabi SAW sudah keluar dari Islam dan menolak hadits-hadits yang diriwayatkan oleh para sahabat.
Seluruh kitab-kitab tulisan orang-orang khawarij sudah punah seiring dengan punahnya mazhab khawarij ini, kecuali kelompok Ibadhiyah yang masih termasuk golongan khawarij. Kelompok ini menerima hadits-hadits Nabawi, seperti hadits yang diriwayatkan oleh atau berasal dari Ali, Usman, Aisyah, Abu Hurairah, Anas bin Malik, dan lainnya. Oleh karena itu, pendapat yang menyatakan bahwa seluruh golongan khawarij menolak Hadits yang diriwayatkan oleh Shahabat Nabi saw, baik sebelum maupun sesudah peristiwa tahkim adalah tidak benar.[9]  Tetapi tidak semua hadits yang diriwayatkan oleh sahabat seperti Ali mereka terima, hadits-hadits yang tidak sesuai dengan tujuan mereka maka akan ditolak.
b.      Syiah
Syiah merupakan pengikut setia Ali bin Abi Thalib, dan menganggap Ali lebih utama daripada khalifah sebelum Ali bin Abi Thalib. Golongan syiah yang masih eksis sampai sekarang adalah kelompok Itsna ‘asyariyah, kelompok ini masih menerima hadits daripada kelompok-kelompok yang lain. Adapun yang membedakan kelompok ini dengan kelompok ahli sunnah (golongan mayoritas umat Islam) adalah dalam hal penetapan hadits. Hadits yang mereka terima adalah hadits yang diriwayatkan ahli bait selain dari itu mereka menolaknya walaupun dari sahabat. Mereka tidak mengkafirkan seluruh sahabat Nabi tetapi mereka masih menganggap bahwa masih ada sahabat Nabi yang tidak kafir atau masih Muslim.
c.       Mu’tazilah
Mu’tazilah merupakan pengikut dari Washil bin ‘Ata yang awalnya adalah pengikut al-Hasan al-Basri kemudian memisahkan diri dari al-Hasan al-Basri ia menganggap orang mukmin yang berdosa besar tidaklah kafir menurutnya orang tersebut berada diantara dua tempat (manzilah baina manzilatain).
Apakah mu’tazilah menolak sunnah? Syekh Muhammad Al-Khudari Baik berpendapat bahwa mu’tazilah menolak sunnah. pendapat ini berdasarkan adanya diskusi antara Imam Asy-Syafi’i (w. 204 H) dan kelompok yang mengingkari sunnah. Sementara kelompok atau aliran pada waktu itu di Bashrah Irak adalah Mu’tazilah. Prof. Dr. Al- Siba’i tampaknya sependapat dengan pendapat Al-Khudari ini.[10]
Kelompok mutazilah menerima sunnah seperti halnya umat Islam, tetapi mungkin ada beberapa hadits yang mereka kritik apabila hal tersebut berlawanan dengan pemikiran mazhab mereka. Hal ini tidak berarti mereka menolak hadits secara keseluruhan, melainkan hanya menerima hadits yang bertaraf mutawatir saja.[11]
Menurut kesimpulan al-siba’iy, bahwa sikap mu’tazilah tidak menentu apakah menolak sunnah atau menerima seluruhnya atau menolak sunnah ahad saja. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa mu’tazilah dengan ushul khamsah-nya (falsafah madzhab mu’tazilah) dan konsep-konsep yang bermuara daripadanya merupakan kaidah yang dipatuhi oleh teks Al-Qur’an dan sunnah. Ayat yang kontradiksi denga logika ditakwilkan dan sunnah yang kontradiktif dengan rasio ditolak. Harun Nasution mengungkapkan bahwa kaum mu’tazilah tidak begitu banyak berpegang pada sunnah atau tradisi, bukan tidak percaya pada sunnah atau tradisi Nabi dan para sahabat akan tetapi mereka ragu akan keorisinalan hadits yang mengandung sunnah tersebut.[12]
Kaum mu’tazilah mereka mengkritik ataupun menolak hadits yang berlawanan dengan pemikiran mazhab mereka. Sehingga mereka tidak menolak hadits secara keseluruhan. Pada masa klasik, Imam as-Syafi’i  telah memainkan perannya dalam menundukkan kelompok pengingkar sunnah. Setelah melalui perdebatan yang panjang, rasional, dan ilmiah, pengingkar sunnah akhirnya tunduk dan menyatakan menerima hadis. Oleh karena itu Imam as-Syafi’i kemudian diberi julukan sebagai nashir as-sunnah (pembela Sunnah).
2.2.2. Ingkar Sunnah Modern
a.       Ingkar Sunnah di India
Ingkar sunnah di India muncul pada abad ke-19M,   al-Qadiyanah yang dipelopori oleh Mirza Ghulam Ahmad (w. 1908 M) dan al-Qur’aiyah yang dipelopori oleh Abdullah Jakralevi (w. 1918 M), mereka menolak seluruh sunnah.[13]  Para tokoh yang lain seperti Ciragh ‘Ali termasuk Mirza Ghulam Ahmad terpengaruh oleh pemikiran Barat.
b.      Ingkar Sunnah di Mesir
Dipelopori oleh reformis Syekh Muhammad Abduh (w. 1905 M) dan muridnya Muhammad Rasyid Ridha (w. 1935 M). Mereka menyerukan untuk membuka pintu Ijtihad, sehingga bermunculan pengikutnya seperti Tawfiq Shidiqiy, Ahmad Amin, Mahmud Abu Rayyah, Ahmad Shubhiy Mansur, dan Mushthafa Mahmud.[14] Mereka menulis artikel-artikel di majalah al-Manar pimpinan Muhammad Rasyid Ridha yang memuat pemahaman ingkar sunnah atas nama pembaharuan Ijtihad.
2.3. Sebab-sebab Timbulnya Ingkar Sunnah Modern
1.      Faktor Internal
Munculnya ide pembaharuan oleh Syekh Muhammad Abduh untuk anjuran ijtihad kembali pada ajaran agama dan mencela taklid. Menurutnya pintu ijtihad tidak pernah tertutup untuk kemajuan umat Islam di masa modern.[15] Ahmad Amin yang merupakan pengikut Muhammad Abduh, pemikirannya telah melampaui gurunya sendiri dengan sangat liberal dan mengingkari sunnah salah satunya adalah hadits tafsir Imam Ahmad.
2.      Faktor Eksternal
Adanya penelitian yang tidak objektif terhadap Islam dan dengan sengaja menyisipkan ide-ide untuk merendahkan Islam, mencari-cari kekurangan Al-Qur’an dan sunnah. Hal tersebut disebabkan faktor teologis yaitu rasa dendam kesumat dari kekalahan Barat dalam perang salib, di samping adanya faktor politis imperialis ke dunia Timur.[16] Orientalis Barat memang mempunyai andil besar dalam menghidupkan kembali pemikiran ingkar sunnah modern di Mesir dengan cara membangkitkan kembali lagu lama yang dibawa oleh ingkar sunnah klasik yaitu sebagian pemikiran khawarij, syiah, dan muktazilah melalui tulisan-tulisan mereka.
2.4. Alasan Penolakan Sunnah
Sebagai suatu paham atau aliran, ingkar as-sunnah klasik ataupun modern memiliki argument-argumen yang dijadikan landasan mereka. Tanpa argumen-argumen itu, pemikiran mereka tidak berpengaruh apa-apa. Argumen mereka antara lain:[17]
1.      Agama bersifat konkrit dan pasti
Mereka berpendapat bahwa agama harus dilandaskan pada hal yang pasti. Apabila kita mengambil dam memakai hadits, berarti landasan agama itu tidak pasti.
2.      Al-Quran sudah lengkap ( tidak memerlukan penjelas )
Al-Quran tidak memerlukan penjelasan, jika memerlukan penjelasan berarti kita secara jelas mendustakan Al-Quran dan kedudukan al-quran yang membahas segala hal dengan tuntas. Oleh karena itu, dalam syariat Allah tidak mungkin diambil pegangan lain, kecuali Al-Quran.
3.      Sunnah Bukan Al-Qur’an  atau Wahyu
Mereka menolak sunnah secara menyeluruh, sunnah hanya dari Nabi dan tidak ada keharusan mengikutinya. Sedangkan apa yang ditulisakan al-Bukhari hanya pendapatnya sendiri.[18] Penulis berpendapat bahwa mereka menolak hadits karena Nabi melarang menulis hadits karena hadis bukanlah wahyu seperti Al-Qur’an.
4.      Sunnah Bukan Hujjah dan Syariat
Mereka menganggap kitab induk hadits enam merupakan hasil ijtihad ulama abad ketiga yang tidak tsiqah[19] dan lebih dipengaruhi politik.[20] Sekelompok pengingkar sunnah mengatakan sunnah hanya sebagai sejarah adakalanya benar dan adakalanya salah.[21]
2.5. Dalil Kelompok Ingkar Sunnah
Dalil-dalil atau alasan-alasan inkar sunnah dibagi menjadi dua macam, yaitu dalil Al-Qur’an dan alasan akal. Yang berupa dalil Al-Qur’an diantaranya:
1.      Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 89
...وَ نَزَّلنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ وَّ هُدًى وَّرَحْمَةً وَ بُشْرَاى لِلْمُسْلِمِينَ....
Terjemahnya : “…..Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an untuk menjelaskan sesuatu, sebagai petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang yang berserah diri”.
  1. Al-Qur’an surat al An’am ayat 38
  مَا فَرَّطْنَا فِى الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ ثُمَّ اِلَى رَبِّهِمْ يُحْشَرُوْنَ ....
Terjemahnya : “Tidak kami alfakan sesuatupun didalam Kitab (Al-Qur’an), kemudian kepada Tuhan mereka dikumpulkan”.
3.      Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 3
اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًا  . فَمَنِ اضْطُرَّ فِى مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّاِثْمِ . فَاِنَّ اللّهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ .
Terjemahnya : “Pada hari ini telah kusempurnakan bagimu agamamu dan telah Ku cukupkan kepadamu nikmatKu dan telah Ku ridhai Islam itu sebagai agamamu.”
 Dari ketiga ayat diatas menunjukan bahwa Al-Qur’an telah menunjukan semuanya (segala sesuatu). Pada ayat yang lain seperti Al-Qur’an surat Al-Fathir ayat 31 dan juga  surat Yunus ayat 36 dijadikan landasan mereka. Al-Qur’an tidak membutuhkan keterangan tambahan lagi karena penjelasannya tentang islam sebagai agama yang telah sempurna. Jadi hadits itu hanyalah persangkaan yang tidak layak untuk dijadikan hujjah.
 Adapun dalil akal diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Al-Qur’an dalam bahasa arab yang jelas, maka orang yang faham bahasa arab maka faham terhadap Al-Qur’an.
2.      Perpecahan umat islam karena berpegang pada hadits yang berbeda-beda.
3.      Hadits hanyalah dongeng karena baru muncul pada zaman tabi’in dan tabi’ tabi’in.
4.      Tidak satu hadits pun dicatat di zaman Nabi. Dalam periode sebelumnya pencatatan hadits, manusia berpeluang berbohong.
5.      Kritik sanad baru muncul setelah satu setengah abad wafatnya Nabi.
6.      Konsep tentang seluruh sahabat adil, muncul setelah abad ketiga Hijriyah.[22]
2.6. Lemahnya Argumen Para Pengingkar Sunnah
1.      Pada umumnya pemahaman ayat tersebut diselewengkan maksudnya sesuai dengan kepentingan mereka. Surat an-Nahl ayat 89 merupakan alasan menolak sunnah secara keseluruhan. Surat an-Nahl ayat 89 sama sekali tidak menolak hadits bahkan ayat tersebut menekankan pentingnya hadits untuk menjelaskan ayat-ayat yang bersifat global.
2.      Surat Yunus ayat 36 yang dijadikan sebagai dalil mereka menolak hadits ahad sebagai hujjah dan menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan istilah zhanni adalah tentang keyakinan yang menyekutukan Tuhan. Keyakinan itu berdasarkan khayalan belaka dan tidak dapat dibuktikan kebenarannya secara ilmiah. Keyakinan yang dinyatakan sebagai zhanni pada ayat tersebut sama sekali tidak ada hubungannya dan tidak ada kesamaannya dengan tingkat kebenaran hasil penelitian kualitas hadits. Keshahihan hadits ahad bukan didasarkan pada khayalan melainkan didasarkan pada metodologi yang dapat dipertanggung jawabkan.[23]
Dapat disimpulkan bahwa penolakan sunnah oleh kaum ingkar sunnah adalah untuk sesuatu kepentingan mereka belaka. Jika kita menafsirkan Al-Qur’an tanpa menggunakan sunnah sungguh penafsiran yang dilakukan oleh kaum ingkar sunnah malah hasil ijtihad yang tidak bisa dipertanggung-jawabkan. Sungguh yang mengatahui penafsiran ayat Al-Qur’an hakikat Allah dan Nabi-Nya.
2.7.   Ingkar Sunnah di Indonesia dan Tokoh-tokohnya
Pada tahun 1981 paham ingkar sunnah sudah ada seperti di Bogor pimpinan oleh H. Endi Suradi dan  1982 aliran sesat yang diajarkan H. Sanwani asal kelahiran Pasar Rumput itu sudah berlangsung sejak November 1982. Dan para tokoh yang lain diantaranya[24]:
1. Ir. M Ircham Sutarto
Ir. M. Ircham Sutarto  adalah Ketua Serikat Buruh Perusahaan Unilever Indonesia  di Cibubur Jawa Barat.  Menurut Hartono Ahmad Jaiz (Peneliti Ingkar Sunah) dialah tokoh Ingkar Sunah dan orang pertama yang menulis diktat dengan tulisan tangan.
Di antara ajarannya yang dimuat dalam Diktat dan  dikutip oleh Ahmad Husnan adalah sebagai berikut :
a)      Taat kepada Allah, Allah itu ghaib. Taat kepada Rasul, Rasulpun telah wafat. Jadi tidak ada jalan kedua-duanya untuk melaksanakan taat dengan arti yang sebenarnya (M Ircham Sutarto : 85).
b)      Allah telah mengajarkan Al-Qur’an kepada Rasul. Rasul telah mengajarkan Al-Qur’an kepada manusia. Al-Qur’an satu-satunya yang masih ada.
c)      Al- Qur’an adalah omongan Allah dan omongan Rasul. Itulah arti taat kepada Allah dan  kepada Rasul (M Ircham Sutarto : 52 & 85)
d)      Keterangan al-Qur’an itu ada di dalam Al-Qur’an itu sendiri.
e)      Semua keterangan yang datang dari luar Al-Qur’an adalah hawa.
f)       Apa yang disebut hadis-hadis Nabi itu tidak lain hanya dongeng-dongeng tentang Nabi yang didapat  dari mulut ke mulut.
g)      Rasul tidak ada hak mengenai urusan perintah agama. Olehnya dibawakan ayat QS  Ali Imran/3 : 128.
h)      Semua manusia telah tersesat sebelum mendapat wahyu, termasuk Muhammad saw. Dalilnya QS. Al-Baqarah/2 : 198 ”Dan ingatlah kepadanya seperti yang telah kami tunjukkan kepadamu dan sesungguhnya kamu (Muhammad) sebelumnya benar-benar orang tersesat. (terjemahan M Ircham Sutarto: 15 & 16).
i)       Di dalam agama, perbuatan lahiriah merupakan pelengkap  batiniah.
2. Abdurrahman
            Diantara ajarannya:
a)      Tidak ada adzan dan iqamat pada saat akan melaknasankan salat wajib.
b)      Seluruh salat masing-masing hanya dikerjakan dua rakaat.
c)      Puasa Ramadhan  hanya dilaksanakan bagi yang melihat bulan  saja berdasarkan QS. Al-Baqarah/2 : 185:“ Karena  itu barang siapa  di antara kamu hadir ( di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu”.  Mereka memahami ayat ini bahwa yang wajib berpuasa adalah yang melihat bulan saja,  bagi yang tidak melihatnya tidak diwajibkan berpuasa, akhirnyua mereka tidak ada yang berpuasa karena mereka tidak melihatnya.
3. Dalimi Lubis dan Nazwar Syamsu
            Dalimi Lubis salah seorang oknum karyawan Kantor Departemen Agama Padang Panjang, lulusan IKIP Muhammadiyah Padang. Menurut M Djamaluddin (tokoh pemberantasan Ingkar Sunah Indonesia)  dialah pimpinan gerakan Ingkar Sunah Sumatra Barat. Penyebaran paham Ingkar Sunah  dilakukan melalui tulisan-tulisannya baik dalam bentuk artikel  maupun buku dan kaset rekaman ceramahnya yang direproduksi oleh PT Ghalia Indonesia. Di antara tulisan artikel Dalimi Lubis tentang penghujatan terhadap perawi Hadis Abu Hurairah dimuat  di Suara Muhammadiyah No. 05/80/1995. Judul buku-buku karyanya antara lain ; Alam Barzah dan Adapun Hukum dalam Islam Hanya Al-Qur’an Saja.  

4. As’ad bin Ali Baisa
Di antara ajarannya ialah sebagai berikut :
a.       Shalat Jum’at harus dikerjakan  4 rakaat
b.      Bagi yang terpaksa berbuka pada bulan suci Ramadhan karena sakit atau bepergian tidak perlu menggantinya. Sedangkan bagi wanita yang haid harus melakukan shalat.
c.       Hadis Bukhari Muslim suatu Hadis yang bidayatul mujtahid (mujtahid pemula). Isinya banyak yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan merekalah sebagai pemecah umat Islam.
d.      Orang yang habis mengambil air wudu jika terkencing dan buang angin tidak perlu repot-repot mengulangi wudunya, bisa terus shalat saja.
e.       Mi’raj Nabi hanyalah dongeng dan khayalan saja.
3.      Tentang Sebab Pengingkaran Terhadap Sunnah Nabi saw
Melihat dari beberapa permasalahan di atas yang berhubungan dengan adanya pengingkaran Sunnah dikalangan Umat Islam, dapatlah kiranya dilihat sebab adanya pengingkaran tersebut, diantaranya.[25]
a)      Pemahaman yang tidak terlalu mendalam tentang Hadits Nabi saw. Dan kedangkalan mereka dalam memahami Islam, juga ajarannya secara keseluruhan, demikian menurut Imam as-Syafi'i.
b)      Kepemilikan pengetahuan yang kurang tentang bahasa Arab, sejarah Islam, sejarah periwayatan, pembinaan Hadits, metodologi penelitian Hadits, dan sebagainya.
c)      Keraguan yang berhubungan dengan metodologi kodifikasi Hadits, seperti keraguan akan adanya perawi yang melakukan kesalahan atau muncul dari kalangan mereka para pemalsu dan pembohong.
d)      Keyakinan dan kepercayaan mereka yang mendalam kepada Al-Qur'an sebagai kitab yang memuat segala perkara.
e)      Keinginan untuk memahami Islam secara langsung dari Al-Qur'an berdasarkan kemampuan rasio semata dan merasa enggan melibatkan diri pada pengkajian Hadits, metodologi penelitian hadits yang memiliki karakteristik tersendiri. Sikap yang demikian ini, disebabkan oleh keinginan untuk berfikir bebas tanpa terikat oleh norma-norma tertentu, khususnya yang berkaiatan dengan Hadits Nabi saw.
f)       Adanya statement Al-Qur'an yang menyatakan bahwa Al-Qur'an telah menjelaskan segala sesuatu yang berkaitan dengan ajaran Islam (QS. Al-Nahl: 89), juga terdapatnya tenggang waktu yang relatif lama antara masa kodifikasi hadits dengan masa hidupnya Nabi saw (wafatnya beliau).














BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Ingkar sunnah merupakan sebuah sikap penolakan terhadap sunnah Rasul, baik sebagian maupun keseluruhan. Perkembangan ingkar sunnah terjadi pada dua masa yaitu masa klasik dan modern. Menurut M. Mushthafa al-A’zhamiy, sejarah ingkar sunnah klasik terjadi pada masa al-Syafi’i. Abad modern ingkar sunnah kembali muncul di India dan Mesir. Menurut Imam Syafi’i ada tiga kelompok ingkar sunnah, pertama, kelompok yang mengingkari sunnah secara keseluruhan. Kedua, kelompok yang mengingkari sunnah yang tidak disebutkan dalam Al-Qur’an atau semakna dengan Al-Qur’an. Ketiga, kelompok yang hanya menerima hadits mutawattir saja.
Penyebab munculnya paham ingkar sunnah ada dua fakto. Faktor internal, munculnya ide pembaharuan oleh Syekh Muhammad Abduh untuk anjuran ijtihad kembali pada ajaran agama dan mencela taklid. Faktor eksternal adanya penelitian yang tidak objektif terhadap Islam dan dengan sengaja menyisipkan ide-ide untuk merendahkan Islam, mencari-cari kekuranga Al-Qur’an dan sunnah. Adapum alasan penolakan sunnah antara lain, agama bersifat konkrit dan pasti, Al-Quran sudah lengkap, sunnah Bukan Al-Qur’an  atau wahyu dan sunnah Bukan Hujjah dan Syariat.
Kelompok ingkar sunnah menggunakan dalil Al-Qur’an dalam menolak sunnah seperti Al-Qur’an surat an-Nahl ayat 89, surat al An’am ayat 38, surat Al-Maidah ayat 3, surat Al-Fathir ayat 31 dan juga Yunus ayat 36. Walaupun mereka menggunakan dalil tetapi juga memiliki kelemahan dalam beragumen seperti  pemahaman ayat an-Nahl ayat 89 tersebut diselewengkan maksudnya sesuai dengan kepentingan mereka, surat Yunus ayat 36 yang dijadikan sebagai dalil mereka menolak hadits ahad sebagai hujjah dan menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan istilah zhanni adalah tentang keyakinan yang menyekutukan Tuhan. Keyakinan yang dinyatakan sebagai zhanni pada ayat tersebut sama sekali tidak ada hubungannya dan tidak da kesamaannya dengan tingkat kebenaran hasil penelitian kualitas hadits.










DAFTAR PUSTAKA
Abdul Majid Khon, Pemikiran Modern Dalam Sunnah, pendekatan Ilmu Hadits, Jakarta : Kencana, 2011.
http://othoy09.Øblogspot.com/2012/02/inkar-as-sunnah.html [10 April 2013]
http://www.google.com// kelompok ingkar as-sunnah.html
M. Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadits, Bogor: Pustaka Setia, 2009.
M. Azami, Menguji Keaslian Hadis Hadis Hukum.Jakarta :Pustaka Firdaus, 2004.
Musahadi Ham, Evolusi Konsep Sunnah, Semarang : Aneka Ilmu, 2000.
Mustafa Siba’I, Sunnah dan Peranannya dalam Penetapan Hukum Islam, diterjemahkan oleh Nurcholis Majid, Jakarta: Pustaka Pirdaus, 1993.
Rahman Fazlur, Wacana Studi Hadis Kontemporer, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002.
Smeer, Zeid B., Ulumul Hadits, Pengantar Studi Hadits Praktis, Malang : UIN Malang Press, 2008.
Zeid B. Smeer, Ulumul Hadits, Malang: UIN-Malang Press, 2008.



[1]Abdul Majid Khon, Pemikiran Modern Dalam Sunnah, Pendekatan Ilmu Hadits, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 54.
[2]M. Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadits, (Bogor: Pustaka Setia, 2009), hlm. 207.
[3] Abdul Majid Khon, Pemikiran Modern Dalam Sunnah..., hlm. 55.
[4]M. Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadits, hlm. 208.
[5] Ibid, hlm. 58.
[6] Perang antara Ali dan Mu’awiyah
[7] Muslim yang sudah akil-baligh, tidak suka berbuat maksiat, dan selalu menjaga martabatnya.
[8] Pengikut Ali yang setia sebelum mereka keluar dari barisan Ali
[9] M.Agus Solahudin dan Agus Suyadi, hlm. 210.
[10] Ibid, hlm. 213.
[11] Ibid, hlm. 214.
[12]Abdul Majid Khon, Pemikiran Modern Dalam Sunnah, Pendekatan Ilmu Hadits, hlm. 65.
[13] Ibid, hlm. 60.
[14] Ibid, hlm. 63.
[15] Ibid, hlm. 68.
[16] Ibid, hlm. 70.
[17] M.Agus Solahudin dan Agus Suyadi.,..,hlm.219-221.
[18]Abdul Majid Khon, Pemikiran Modern dalam Sunnah..., Hadits, hlm. 116.
[19] Adil, yaitu orang yang diberi kepercayaan oleh orang lain, dalam hal agama, perilaku dan akal.
[20] Abdul Majid Khon, Pemikiran Modern dalam Sunnah..., hlm. 125.
[21] Ibid, hlm. 136.
[22] Zeid B. Smeer, Ulumul Hadits, (Malang: UIN-Malang Press, 2008), hlm. 148.
[23] Mustafa Siba’I, Sunnah dan Peranannya dalam Penetapan Hukum Islam, diterjemahkan oleh Nurcholis Majid, (Jakarta: Pustaka Pirdaus, 1993), hlm. 122-125.
[24] Abdul Majid Khon, Pemikiran Modern dalam Sunnah : Pendekatan Ilmu Hadits, hlm. 130.
[25] http://www.google.com// kelompok ingkar as-sunnah.html