Jumat, 16 Desember 2016

RIBA



Bab Pembahasan
Riba

A.    Defenisi Riba

Ar-Riba merupakan isim masqhur yang di ambil dari kata rabaa – yarbuu, sehingga ditulis dengan alif ar-ribaa  (الربا
Riba secara bahasa bermakna tambahan ( al ziyadah ). Dalam pengertian lain, secara liguistik, riba juga berarti tumbuh dan membesar.[1]
Allah Ta’ala telah melarang bentuk transaksi yang dapat menimbulkan perkara Riba, Allah Ta’ala berfirman :
“Artinya : Dan Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba”.[2]
Dari Jabir ra, ia berkata:
لعن رسول الله صلى الله عليه وسلم آكل الربا، وموكله، وكاتبه، وشاهديه، وقال: هم سواء
“Rasulullah Saw melaknat orang yang memakan riba, orang yang mewakilinya, pencatatnya dan dua saksinya. Beliau bersabda, “Mereka semua sama.”[3]
Allah Ta’ala telah menghalalkan jual-beli yang tidak bertentangan dengan Syara’ bukan jual-beli yang ada di dalamnya unsur riba. Dalam transaksi jual-beli riba sangat rentan terjadi dikarenakan riba merupakan tambahan yang dikenakan dalam transaksi jual-beli atau mu’amalah.
Ulama Syafi’iyah memberikan definisi riba sebagai berikut :

وشرعا : عقد على عوض مخصوص غير معلوم التماثل فى معيار الشرع حالة العقد أو مع تأ خير فى البدلين أو أحدهما            

“Menurut syara’ riba adalah akad atas ‘iwadh (penukaran) tertentu yang tidak diketahui persamaannya dalam ukuran  syara’ pada waktu akad atau dengan mengakhirkan (menunda) kedua penukaran tersebut atau salah satunya.[4]
Dari definisi di atas dapat dikatakan bahwa riba tidak hanya timbul pada transaksi jual-beli saja tetapi juga dapat timbul melalui proses barter dan ini dapat dilihat pada bentuk-bentuk riba pada penjelasan berikutnya.
1.      Konsep Riba dalam agama Yahudi
Orang-orang Yahudi dilarang mempraktikkan pengambilan riba/bunga. Pelarangan ini banyak terdapat dalam kitab suci mereka seperti didalam undang-undang Talmud.
Kitab Levicitus (Imamat) pasal, 25 ayat 36-37 menyatakan,
“Janganlah engkau mengambil bunga uang atau riba darinya, melainkan engkau harus takut akan Allahmu, supaya saudaramu bisa hidup diantaramu. Janganlah engkau memberi uangmu kepadanya dengan meminta bunga, juga makananmu janganlah kau berikan dengan meminta riba.
Kitab Deuteronomy (Ulangan) pasal 23 ayat 19 menyatakan,
“Janganlah engkau membungakan uang kepada saudaramu, baik uang maupun bahan makanan, atau apapun yang dapat dibungakan.
Kitab Eksodus (Keluaran) pasal 22 ayat 25 menyatakan,
“Jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang umatku, orang yang miskin diantaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai penagih hutang terhadap dia, janganlah engkau bebankan bunga terhadapnya.”[5]
2.      Konsep Riba dalam agama Kristen
Kitab Perjanjian Baru tidak menyebutkan permasalahan ini dengan jelas. Akan tetapi, sebagian kalangan Kristiani menganggap bahwa ayat yang terdapat dalam Lukas 6:34-35 sebagian ayat yang mengancam praktik pengambilan bunga atau riba. Ayat tersebut menyatakan,
“Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu daripadanya, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun meminjamkan kepada orang berdosa, supaya mereka menerima kembali sama banyak. Tetapi kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Tuhan Yang Maha Tinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterimakasih dan terhadap orang-orang jahat”[6]
Dengan demikian permasalahan riba tidak hanya menjadi pembicaraan bagi umat Islam tetapi juga oleh kaum Yahudi maupun Kristen. Praktik riba tidak hanya dilarang bagi umat muslim saja tetapi juga kepada umat-umat terdahulu, ini dapat dilihat di dalam Kitab umat Yahudi maupun Kristen tentang pelarangan praktik riba.
B.     Macam-Macam Riba di Dalam Transaksi Jual-Beli

            Jumhur ulama membagi riba dalam dua bagian,yaitu riba fadhl dan riba nasi’ah.

a)      Riba Fadhl

Definisinya adalah adanya tafadhul (selisih timbangan) pada dua perkara yang diwajibkan secara syar’i adanya tamatsul (kesamaan timbangan/ukuran) padanya.
Riba jenis ini diistilahkan oleh Ibnul Qayyim dengan riba khafi (samar), sebab riba ini merupakan pintu menuju riba nasi`ah.[7] Riba Fadhl juga diartikan sebagai jual beli uang dengan uang atau makanan dengan makanan dengan ada tambahan[8] atau suatu pertukaran antarbarang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.[9]
b)      Riba Nasi’ah

Riba nasiah adalah jual-beli yang pembayaranya diakhirkan tapi pembayarannya dilebihkan. Riba dalam nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian.[10]
C.     Pengharaman Riba dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits
Riba merupakan suatu bentuk transaksi yang diharamkan dan termasuk perbuatan tercela. Riba diharamkan di dalam Nash Al-Qur’an dan Al-Hadits maupun menurut Ijma’ para Ulama.
1.      Larangan Riba dalam Al-Qur’an
Larangan riba dalam Al-Qur’an ada beberapa tahap. Faktor yang membuat praktik riba diharamkan melalui beberapa tahap karena praktik riba di masa jahiliyyah merupakan transaksi yang sudah biasa dilakukan dan mereka sangatlah sulit meninggalkan transaksi riba tersebut.
Tahap-tahap pelarangannya :
1)      Q.S. Ar Rum (30) Ayat 39 yang terjemahannya:
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada harta manusia, maka riba itu todak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang yang melipat-gandakan (pahalana).”[11]
2)      Q.S. An Nisa (4) Ayat 160-161 yang terjemahannya:
Maka disebabkan kezaliman orang-orang yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah.
Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan kerena mereka memakan harta orang-orang yang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih.”[12]
3)      Q.S. Al Imran (3) Ayat 130 yang diterjemahannya
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat-ganda dan bertawakallah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”[13]
4)      Q.S. Al Baqarah (2) Ayat 275 yang diterjemahkannya:
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkab mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepada larangan dari Tuhannya lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datangnya larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba) maka orng itu adalah penghuni neraka; mereka kekal didalamnya.”[14]  
5)      Q.S. Al Baqarah (2) Ayat 276 yang terjemahannya:
Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.”[15]
6)      Q.S. Al Baqarah (2) Ayat 278 yang terjemahannya:
Hai orang-orang yang beriman, bertawakallah kepada Allah dan tinggalkna sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orng-orang yang beriman.”[16]
7)      Q.S Al Baqarah (2) Ayat 279 yang terjemahannya:
Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”[17]
2.      Larangan Riba dalam Hadits
Riba tidak hanya dilarang di dalam Al-Qur’an saja tetapi juga disebutkan di dalam al-hadits. Al-hadits mempunyai peran penting dalam memahami teks Al-Qur’an karena al-hadits merupakan penjelasan lebih lanjut dari Al-Qur’an.
Dalam amanat terakhirnya pada tanggal 9 Dzulhijjah tahun 10 Hijriah, Rasulullah Saw. Masih menekankan sikap Islam yang melarang riba.
Ingatlah bahwa kamu akan menghadap Tuhanmu dan Dia pasti akan menghitung amalanmu. Allah telah melarang kamu mengambil riba. Olek karena itu, utang akibat riba harus dihapuskan. Modal (uang pokok) kamu adalah hak kamu. Kamu tidak akan menderita  ataupun mengalami ketidakadilan.”[18]
D.    Praktek Pengambilan Bunga pada Bank dan Hukumnya dalam pandangan Islam
Bunga (Interest) merupakan biaya sewa terhadap sejumlah pokok pinjaman karena pengaruh jangka waktu tertentu yang dijatuhkan kepada si peminjam. Pengambilan bunga ini biasanya dipraktekkan oleh bank-bank konvensional. Bunga juga diartikan sebagai kompensasi yang wajar diberikan pada nasabah agar yang bersangkutan tidak dirugikan.[19] Bank-bank konvesional memberikan bunga kepada setiap nasabahnya sebagai bentuk penghargaan atau hadiah dari bank kepada nasabah karena telah menyimpan sejumlah uangnya pada bank tersebut, sehingga praktek pengambilan bunga pada bank merupakan hal biasa didalam dunia perbankan.
Definisi bunga diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa bunga disebut juga dengan riba. Pengambilan bunga yang dipratekkan oleh bank-bank konvensional merupakan bentuk transaksi riba nasi’ah. Sehingga transaksi tersebut dilarang (diharamkan) dalam Islam.
E.     Dampak Negatif Riba
Di antara dampak ekonomi riba adalah dampak inflatoir yang diakibatkan oleh bunga sebagai biaya uang. Hal tersebut tersebut disebabkan karena salah satu elemen dari penentuan harga adalah suku bunga. Semakin tinggi suku bunga, semakin tinggi juga harga yang ditetapkan pada suatu barang. Dampak lainnya adalah bahwa hutang, dengan rendahnya tingkat penerimaan pinjaman dan tingginya biaya bunga, aka menjadikan peminjam tidak pernah keluar dari ketergantungan, terlebih lagi bila bunga atas hutang tersebut dibungakan.

Reference
Muhammad Syfafi’i Antonio, Bank Syariah, Jakarta: Gema Insani, 2007.               
Departemen Agama R.I., Al-Qur’an dan Terjemahan, Jakarta: CV Penerbit J-ART, 2003.
‘Abdul ‘Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al Wajiz (terj. Team tashfiyah LIPIA – Jakarta), Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2007.
Abi Al-‘Abbas Ahmad Ar-Ramli, Nihayah Al-Muhtaj, Juz 3, Beirut: Dar Al-Fikr, 2004.
Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad Afifuddin ,  “Macam-Macam Riba,” Majalah AsySyariah, no. 028, http://asysyariah.com/macam-macam-riba.html#aainfo.
Ardik, Pengertian dan Definisi Bunga, Maret 2012, http://ardik-cafesoftware.blogspot.com



[1] Muhammad Syfafi’i Antonio, Bank Syariah, (Jakarta: Gema Insani, 2007), hal. 37. Dikutip dari Abdullah saeed, Islamic Banking and Interest: A Study of the prohibition of Riba and its Contemporary Interpretation (Leiden: EJ Brill, 1996).
[2]Departemen Agama R.I., Al-Qur’an dan Terjemahan, (Jakarta: CV Penerbit J-ART, 2003), hlm. 48.
[3] ‘Abdul ‘Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al Wajiz (terj. Team tashfiyah LIPIA – Jakarta), (Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2007), hlm. 575.
[4] Abi Al-‘Abbas Ahmad Ar-Ramli, Nihayah Al-Muhtaj, Juz 3, (Beirut: Dar Al-Fikr, 2004), hlm.204.

[5] Muhammad Syfafi’i Antonio, Bank Syariah, (Jakarta: Gema Insani, 2007), hal. 37.
[6] Ibid., hlm. 45.
[7] Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad Afifuddin ,  “Macam-Macam Riba,” Majalah AsySyariah, no. 028, http://asysyariah.com/macam-macam-riba.html#aainfo (di akses 18 Mai 2012).
[8] ‘Abdul ‘Azhim bin Badawi al-Khalafi, hlm. 576.
[9] Mu hammad Syfafi’i Antonio, Bank Syariah, hlm. 41.
[10] Ibid., hlm. 41.
[11]Departemen Agama R.I., Al-Qur’an dan Terjemahan, hlm. 409.
[12]Ibid., hlm. 104.
[13]Ibid., hlm. 67.
[14]Ibid., hlm.48.
[15]Ibid.
[16]Ibid.
[17]Ibid.
[18]Mu hammad Syfafi’i Antonio, Bank Syariah, hlm. 51.
[19]Ardik, Pengertian dan Definisi Bunga, Maret 2012. Diakses pada tanggal 7 Juni 2012 dari situs:  http://ardik-cafesoftware.blogspot.com

http://myrezashi.blogspot.co.id/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.